Selasa 15 Aug 2017 18:55 WIB

Garam Impor Masuk Jabar, 1.000 Ton Garam Petani tak Terjual

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Andri Saubani
Tumpukan garam impor tampak menggunung di sebuah gudang yang terletak di dekat exit tol  Kanci, Kabupaten Cirebon, Ahad (30/7).
Foto: Republika/Lilis Sri Handayani
Tumpukan garam impor tampak menggunung di sebuah gudang yang terletak di dekat exit tol Kanci, Kabupaten Cirebon, Ahad (30/7).

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON – Masuknya garam impor tak hanya menurunkan harga garam di tingkat petani. Namun, keberadaan garam impor juga membuat sedikitnya 1.000 ton garam milik petani garam di Kabupaten Cirebon dan Indramayu tak laku terjual.

"Petani baru saja menikmati tingginya harga garam selama dua pekan, tapi tiba-tiba masuk garam impor,'' ujar Ketua Asosiasi Petani Garam (Apgasi) Jabar, M Taufik, saat rapat koordinasi menyikapi kelangkaan garam, di salah satu hotel di Kota Cirebon, Selasa (15/8).

Pada akhir Juli hingga awal Agustus, harga garam bisa mencapai Rp 3.500 – Rp 4.000 per kg. Garam petani pun menjadi rebutan para pembeli yang datang langsung ke tambak garam.

Namun saat ini, harga garam di tingkat petani rata-rata mencapai Rp 1.500 per kg dan sulit terjual. Petani garam menduga, kalangan industri menahan pembelian garam karena menunggu harga garam kembali murah seperti sebelumnya.

Taufik mengakui, impor garam memang masih dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nasional. Namun, dia meminta agar impor garam itu diatur waktunya. "Impor garam jangan dilakukan saat petani sedang panen raya garam. Saat ini garam sudah banyak," tegas Taufik.

Sementara itu, rapat soal garam tersebut dipimpin Kabid Pengelolaan Sumber Daya Mineral Kementrian Koordinator Kemaritiman, Hamka. Rapat untuk menghimpun masukan soal pergaraman itu mengundang petani garam, Ketua Asosiasi Pengusaha Garam Indonesia (APGI) Jabar, Cucu Sutara, dan perwakilan dari Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Dalam rapat itu, petani garam meminta pemerintah merevisi harga pembelian garam menjadi Rp 2.500 per kg. Pada kesempatan tersebut juga mencuat skema resi gudang sebagai salah satu solusi mengatasi fluktuasi harga dan pasokan garam karena faktor musim maupun impor.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Garam Indonesia (APGI) Jabar, Cucu Sutara, membantah dugaan petani yang menyebutkan bahwa kalangan industri sengaja tidak menyerap garam petani. Dia menyatakan, pembelian garam juga tergantung jaringan. "Kalau jaringannya luas, pasti terbeli," tukas Cucu.

Cucu menambahkan, kebutuhan garam nasional saat ini mencapai 4,2 juta ton per tahun. Sedangkan produksi garam dalam negeri hanya 1,9 juta ton per tahun dari lahan seluas sekitar 26.024 hektare.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement