Clock Magic Wand Quran Compass Menu

DPR Pertanyakan LPDP Lebih Digemari Dibanding Beasiswa Dikti

Beasiswa
Beasiswa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X DPR Marlinda Irwanti mempertanyakan mengapa umumnya mahasiswa lebih menyukai beasiswa dibawah Kemenkeu LPDP dibanding yang dibuat Kemenristek Dikti. Padahal dananya sama-sama dari RAPBN.

Sponsored
Sponsored Ads

Hal itu disampaikannya saat sela-sela rapat dengar pendapat Panitia Kerja (Panja) beasiswa pendidikan tinggi dengan Kemeneterian Ristek Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti), Kamis (8/9). Menurut dia, hal ini disebabkan karena pola kerja dan sistem yang dibangun belum benar.

“Saya mendapatkan laporan, kalau beasiswa LPDP sistemnya bagus, polanya yang dibangun bagus mereka tidak pernah terlambat, lebih terjamin padahal mereka diluar negeri nah Kemeristek Dikti  memiliki beasiswa di dalam dan juga kementerian lain Terlambat memberikan dananya untuk penelitian, dan bulanan, buku dan lain-lain masih banyak keterlambatan padahal mereka mengambil  dan yang sama RAPBN, artinya pola kerja dan  sistem  yang dibangun belum benar makanya kita ingin dibetulkan dulu sistemnya polanya indikatornya untuk memilih seseorang mendapatkan beasiswa baru bicara dananya,” kata dia.

Scroll untuk membaca

Selain bicara mengenai beasiswa, Marlinda juga prihatin terkait masih banyaknya dosen yang mengajar hanya dengan lulusan S-1. Padahal dosen saat ini minimal harus lulusan S-2. Dia mengatakan sekitar 230 ribu dosen masih S1. S-2 baru sekitar 120 ribuan.

"Berarti belum mencapai 50 persen padahal dalam Undang-Undang (UU) dan peraturan pemerintah menyatakan bahwa perguruan tinggi minimal di tahun 2017 dosennya itu harus S-2," ujarnya

Dia pun menanyakan bagaimana target yang dibuat oleh Kemenristek Dikti ketika akan menjalankan peraturannya bahwa tahun 2017 itu semua dosen S-1 harus S-2. Belum lagi, kata dia, jika berbicara terkait sertifikasi dosen yang baru 100 ribu. Padahal kalau mau bersaing dengan negara lain apalagi sudah masuk Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)  para dosen ini harus mempunyai sertifikasi dosen.

Menurut dia, dosen tidak bisa disebut dosen kalau tidak memiliki sertifikasi. Sertifikasi dosen ini, merupakan tangung jawab pemerintah. Sekitar 230 ribu dosen harus sudah sertifikasi. "Nah hari ini kita bicara target mereka untuk bisa menyelesaikan masalah-masalah seperti itu. Apa programnya kemudian bagaimana indikator-indikator pengukuran untuk bisa mencapai target baru kita bicara dana,” tuturnya.  

 

sumber : pemberitaan DPR

Berita Terkait

Berita Terkait

Rekomendasi

Republika TV

>

Terpopuler

>