Berawal dari keinginannya mengenalkan kopi khas daerah asal, Lombok, Dody rela menimba ilmu meracik kopi hingga ke Pulau Jawa.
Setelah bertahun-tahun belajar, Dody kemudian mendirikan brandkopi ETNIC sekembalinya ke Lombok. Singkatan ETNIC adalah Excellent Taste of Natural Indonesian Coffee.
Dengan kemasan tradisonal yang eye-catching, tapi ditawarkan dengan cita rasa berkualitas dan mewah. ETNIC menyasar konsumen kelas menengah ke atas. Dody membagikan kisah suksesnya kepada wartawan Republika, belum lama ini.
Anda pencinta atau penggila kopi khas daerah? Tak lengkap bila melewatkan kisah sukses Kopi Khas Lombok. Mari ikuti kisah sukses Dody A Wibowo sembari menyeruput kopi, hehehe ...
Foto:Dokumen Pribadi
Kopi Lombok memang belum setenar Kopi Aceh atau Kopi Toraja. Namun, di tangan Dody A Wibowo, Kopi Lombok mampu diolah sehingga memiliki cita rasa premium. Meski terlahir dengan goresan bisnis kopi leluhurnya, lelaki berusia 27 tahun ini baru giat menekuni usaha kopi Lombok pada 2013.
Ya, bagi Dody, usaha kopi bukanlah hal baru. Maklum, keluarganya sudah menggeluti usaha tersebut sejak lama. Akan tetapi, usaha keluarganya belum dijalankan secara profesional. Dody mengisahkan, pada saat dahulu, kedua orang tuanya menggiling biji-biji kopi di pasar.
Setelah digiling, bubuk kopi dikemas. "Pengemasannya masih sangat sederhana, memakai plastik," ujarnya. Melihat aktivitas rutin dari kedua orang tuanya dan di sisi lain ada peluang bisnis yang menjanjikan bila dikelola secara profesional, Dody tergelitik terjun secara serius dalam usaha kopi. Itu pun dijalani setelah dia menyelesaikan kuliah.
Semasa masih berkuliah di Yogyakarta, Dody berburu ilmu meracik kopi dari para kenalannya di Pulau Jawa. Semasa tahap belajar dari para `master' peracik kopi, Dody mengerjakan semua proses pengolahan kopi secara manual. Biji-biji kopi di sang rai dengan menggunakan wajan. Semua dijalani dengan sungguh-sungguh.
Bertahun-tahun belajar meracik kopi, Dody kembali ke Lombok. Dia kemudian mendirikan brandkopi ETNIC. Modal awal sekitar Rp 30 juta. Modal itu digunakan untuk membeli bahan baku dan mesin modern peracik kopi.
BrandETNIC dipilih karena merupakan kepanjangan dari `Excellent Taste of Natural Indonesian Coffee'. Kemasan tradisional dipadu padan secara modern yang eyecatching.
Dody mengemas kopi olahannya dalam paper bag(kantong kertas) warna cokelat mewakili ikon warna Indonesia. Dody juga telah mematenkan logo ETNIC untuk meng hindari penjiplakan.
Penyuka fotografi ini ingin membangun brandETNIC sebagai kopi bubuk dengan kemasan tradisional, tapi bercita rasa me wah. "Kita menawarkan rasa yang berkuali tas," papar Dody. Di sini bisa ditebak siapa konsumennya. ETNIC, kata Dodi, menyasar konsumen kelas menengah ke atas.
ETNIC menawarkan dua varian kopi, yakni kopi robusta dan kopi arabika. Dody mengaku tak pernah kesulitan bahan baku karena ia bekerja sama dengan Dinas Perke bunan (Disbun) Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Ia memasok biji-biji kopinya dari para petani binaan Disbun yang ada di Lombok Utara dan Lombok Timur. Jika pada awal produksi usahanya hanya membutuhkan 50 kilogram (kg) biji kopi per bulan, kini dengan dibantu tiga orang karyawan dan dua buah mesin penggiling, ia membutuhkan sekitar 200 kg biji kopi per bulan. Selain kopi rasa original, Dody juga memproduksi kopi Lombok rasa jahe.
Harga yang ditawarkan pun beragam tergantung dari jenis kopi. Untuk kopi robusta dan arabika biasa, ETNIC mena war kan harga Rp 20 ribu per 100 gram. Sedangkan untuk kopi premium yang dibuat dari biji kopi pilihan, dijual Rp 75 ribu per 250 gram.
Melihat respons pasar yang baik, akhir nya Dody memutuskan membuka sebuah kedai kopi. Kedai yang sekaligus outletkopi ETNIC tersebut berlokasi di Taman Baru, Lombok.
Menurut Dody, kedai kopi ETNIC mena warkan sajian yang berbeda dibandingkan kedai kopi sejenis yang ada di Lombok.
Kedai ini menawarkan tiga pilihan basis kopi dalam satu menu; yaitu robusta, arabika, dan campuran. Strategi ini bertujuan untuk menyiasati selera konsumen yang semakin beragam.
"Ada penikmat kopi yang kurang suka dengan aroma robusta, begitu juga sebaliknya kurang suka aroma arabika. ETNIC menawarkan menu campuran antara keduanya. Jadi, misalnya, ada konsumen meme san cappucino, kita tawarkan tiga menu. Cappucino robusta, arabika, ataukah campuran," kata lelaki alumnus UPN Veteran Yogyakarta ini.
Konsep kedai semacam ini, lanjut Dody, adalah yang pertama kali hadir di Lombok. Ia optimistis kedai ETNIC akan terus berkembang karena menawarkan konsep baru yang belum pernah ada.
Dody mengakui kalau dia merupakan pemain baru dalam bisnis kopi di Lombok. Maka itu, produknya terus melakukan ekspansi pasar. Di samping mendirikan kedai, menjual melalui distributor, menitipkan ETNIC di sejumlah toko di Lombok, Dody juga berusaha menggaet investor untuk mengembangkan usahanya.
Untuk meningkatkan posisi tawar kepada investor dan konsumen, Kopi ETNIC juga unjuk gigi pada acara Peringatan 50 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia Cile. "Saat ini saya sedang dalam proses negosiasi dengan investor dari Cile," katanya saat itu.
Dody tidak ingin sukses sendirian. Maka, pada awal merintis usaha, Dody mengajak para pelaku UKM lain di Lombok membentuk koperasi bernama `Indonesia Karya Mandiri' pada 2013. Koperasi ini dibentuk untuk mewadahi dan memfasilitasi UKMUKM di Lombok. Koperasi tersebut diha rap kan dapat mempermudah akses UKMUKM untuk mengembangkan usahanya, memproduksi, mem-branding, hingga memasarkan produk-produk khas daerah.
Semoga. rep:c88, ed: zaky al hamzah
DODY A WIBOWO
OWNER ETNIC LOMBOK COFFEE