Tenun Kubang, Bangkit dari 'Mati Suri'

Red:

Tak kletak-kletak-kletak. Bunyi alat tenun terdengar bersahut-sahutan ketika saya mengunjungi kediaman Hj Risna Ridwan di Nagari Kubang, Kecamatan Guguak, Kabupaten 50 Koto, Sumatra Barat, Agustus lalu. Di tempat itu, beberapa perempuan tampak asyik dengan pekerjaan mereka, menganyam helaian-helaian benang menjadi kain berhiaskan motif-motif nan cantik dan elegan.

Tidak sekadar indah dilihat, tetapi juga nyaman dipakai. Itulah slogan yang diusung Hj Risna Ridwan dalam memasarkan kain tenun tradisional khas Kubang buatannya. Berbekal aset berupa 20 unit alat tenun bukan mesin (ATBM), perempuan itu mampu menghasilkan produk berkualitas tinggi yang diminati banyak kalangan.

Di daerah asalnya, Nagari Kubang, orang-orang mengenal kain tenun buatan Risna dengan label "H Ridwan By". Merek tersebut merupakan satu dari tiga label industri tenun Kubang yang masih bertahan dari ambang kepunahannya.

"H Ridwan By adalah nama bapak saya. Usaha tenun ini sudah kami tekuni secara turun-temurun selama beberapa generasi, sejak dekade 1930-an," ujar Risna yang saya jumpai di kediamannya, Agustus lalu.

Pasang-surut

Risna mengisahkan, pada zaman dulu, Kubang merupakan salah satu sentra pertenunan yang sangat ternama, tidak hanya di Sumbar, tetapi juga di nusantara. Peralatan tenun hampir dapat dijumpai di setiap rumah penduduk desa tersebut ketika itu. Bahkan, berdasarkan cerita dari orang-orang tua, para perempuan dan gadis Kubang dulunya kerap menenun di halaman rumah mereka sambil menunggui padi yang tengah dijemur di bawah terik matahari.

Pada awal abad ke-19, di Kubang terdapat puluhan pengusaha tenun dengan karyawan yang mencapai ribuan orang. Produk utama mereka, yaitu sarung, dipasarkan ke seluruh nusantara dan bahkan sampai ke mancanegara.

Pada dekade 1970-an, para pengusaha tenun di Kubang mulai melakukan modernisasi terhadap produk mereka, yakni dengan cara mengadopsi desain tenun dari daerah lain. Mereka tidak lagi sekadar membuat kain sarung dan songket, tapi juga mulai memproduksi bahan-bahan untuk pakaian, baik pria maupun wanita.

 

Dari waktu ke waktu, industri pertenunan Kubang terus menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Selain H Ridwan By, beberapa label tenun Kubang lain yang sempat berjaya pada masanya, antara lain, adalah tenun H Tabrani, H Nahrawi, dan Bustami.

Memasuki era 1990-an, industri pertenunan Kubang mulai melesu karena berbagai faktor, antara lain, disebabkan oleh manajemen yang buruk dan persaingan yang tidak sehat di antara sesama pengusaha tenun. Di samping itu, semakin berkembangnya bahan pakaian alernatif di tengah-tengah masyarakat, membuat penjualan kain tenun Kubang menurun drastis di pasaran. Sejumlah pengusaha tenun Kubang pun akhirnya terpaksa gulung tikar.

"Termasuk usaha tenun yang sudah dikembangkan oleh bapak saya sebelumnya, juga tak luput dari kebangkrutan sehingga kami pun memilih untuk berhenti berproduksi selama beberapa tahun," tutur Risna.

ATBM tua

Pada awal 2007, Risna terdorong untuk mencoba lagi menghidupkan industri tenun Kubang yang sempat 'mati suri' itu. Langkah pertamanya adalah mengumpulkan kembali sisa-sisa bahan produksi yang ada di rumahnya. Selanjutnya, Risna menemui para mantan pengusaha dan perajin tenun yang sudah tidak aktif lagi di desanya, kemudian membeli sisa-sisa bahan yang masih ada pada mereka.

Langkah berikutnya, mulailah Risna menjalankan usaha tenun dengan bermodalkan peralatan warisan orang tuanya. Setelah berjalan tujuh tahun, upaya perempuan itu mulai membuahkan hasil. Usaha tenunnya terus berkembang dan beragam produk buatannya kini semakin diminati masyarakat.

Bak gayung bersambut, tekat Risna untuk mengembalikan kejayaan tenun Kubang mendapat respons positif dari pemerintah daerah setempat. Bahkan, di lingkungan Pemda Kabupaten 50 Koto dan Payakumbuh, kini tengah digalakkan pula pemakaian tenun Kubang sebagai seragam dinas pegawai. Suatu embusan angin segar bagi Risna.

Sekarang, Risna mempekerjakan sekira 40 perajin tenun di rumahnya. Mereka semua berasal dari kaum ibu yang tinggal di Kubang. Lewat sentuhan tangan mereka, tercipta kain tenun Kubang yang indah dengan motif dan ornamen-ornamen khas Minangkabau. Sebut saja itiak pulang patang, saik kalamai, bungo malati, kaluak paku, dan tampuak manggih. Tidak terkecuali pula ornamen rangkiang (lumbung padi) yang menjadi salah satu identitas tenun tradisional Kubang.

Proses produksi dari pemintalan benang hingga menjadi kain siap tenun biasanya membutuhkan waktu hingga 15 hari. Setelah jadi, kain hasil tenun kemudian dipotong-potong sesuai ukuran yang sudah ditentukan. "Dengan peralatan yang ada, kami mampu memproduksi minimal 50 potong kain setiap pekannya," ujar Risna.

Kain tenun buatan Risna dibanderol dengan harga yang variatif, mulai dari yang paling murah seharga Rp 200 ribu hingga yang paling mahal, yaitu Rp 3 juta per potong. Harga itu ditentukan sesuai dengan tingkat kesulitan pembuatan motif dan banyaknya warna yang terdapat pada kain tenun yang diproduksi.

Diakui Risna, jumlah karyawan yang bekerja di tempatnya saat ini masih kurang memadai jika dibandingkan dengan jumlah pesanan yang terus membanjir. Selain itu, untuk mempertahankan kualitas produknya, Risna harus bekerja keras merawat alat-alat tenunnya. Maklum, usia ATBM yang digunakan para perajinnya sudah terbilang tua usianya. Bahkan, alat pemintal di tempatnya sudah dipergunakan sejak 1937.

Belum lama ini, tenun Kubang mendapat kepercayaan dari Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangam (Diskoperindag) Provinsi Sumbar untuk mewakili Sumatra Barat dalam berbagai ajang pameran produksi tingkat nasional. Tenun Kubang juga digunakan oleh para desainer untuk dijadikan sebagai bahan rancangan busana mereka. Di antaranya, En Shirikie dan Fomalhaut Zamel.

Selain Kubang, daerah Silungkang yang terletak di Kota Sawahlunto juga dikenal sebagai sentra produksi kain tenun tradisional khas Minangkabau di Sumbar. Namun, ada perbedaan mencolok antara kain tenun yang diproduksi oleh kedua daerah tersebut.

"Kain tenun Kubang lebih tipis dibandingkan buatan Silungkang sehingga membuatnya lebih nyaman dipakai," tutur Kepala Seksi Industri Aneka dan Tekstil Diskoperindag Provinsi Sumbar, Mukhlinda.n

 
Berita Terpopuler