Selasa 19 Nov 2019 06:48 WIB

Tito Sebut Evaluasi Pilkada Langsung Butuh Kajian Mendalam

Kajian evaluasi pilkada langsung harus dilakukan secara akademis.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Muhammad Hafil
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian bersiap mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11).
Foto: Republika/Prayogi
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian bersiap mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, perlu adanya kajian akademis secara mendalam terkait pelaksanaan pemilahan kepala daerah (pilkada) langsung. Menurutnya, kebijakan publik termasuk menyangkut sistem pemilihan umum perlu dievaluasi setelah diterapkan dalam jangka waktu tertentu.

"Saya garis bawahi pernyataan saya, bahwa pelaksanaan Pilkada langsung harus dievaluasi. Kemudian evaluasi itu harus dilakukan dengan mekanisme evaluasi kajian akademik, jangan kajian empirik berdasarkan pemikiran semata," ujar Tito dalam siaran persnya, Senin (18/11).

Baca Juga

Ia mengatakan, perlu metode penelitian untuk mengevaluasi pelaksanaan pilkada secara langsung melalui institusi yang reliabel sekitar tiga sampai empat kajian lembaga tersebut. Hasil dari penelitian itu juga bisa menggambarkan apakah pilkada langsung masih bisa diimplementasikan atau tidak.

"Bisa saja temuannya nanti (menyatakan) bahwa publik lebih sepakat dengan Pilkada langsung terus dilanjutkan, kita otomatis why not (kenapa tidak), ini adalah suara rakyat. Tapi kalau nanti kajian akademiknya kita tidak perlu pilkada langsung tapi pilkada asimetris itu juga jadi pertimbangan," kata dia.

Ia menjelaskan, metode pelaksanaan pilkada asimetris yang memungkinkan hanya di kota-kota tertentu yang selama ini juga melaksanakan pilkada secara langsung. Itu pun perlu dipersiapkan analisis lebih lanjut seperti indeks kedewasaan dalam berdemokrasi di tiap-tiap daerah.

Sepertinya Tito serius dengan kemungkinan pelaksanaan pilkada asimetris. Dirinya mengaku telah berkomunikasi dengan Kepala Pusat Statistik dan Kepala Balitbang di Kemendagri untuk mencoba melihat indeks demokrasi, daerah mana saja yang siap melaksanakan pilkada langsung maupun tidak langsung.

"Asimetris itu artinya tidak semuanya pilkada langsung, maka perlu dibuat indeks kedewasaan demokrasi tiap-tiap daerah, jsaya sudah bicara dengan Kepala Pusat Statistik dan Kepala Balitbang di Kemendagri untuk menggunakan anggaran itu untuk mencoba melihat indeks demokrasi, daerah mana saja yang siap melaksanakan Pilkada langsung dan tidak," jelas Tito.

Kemendagri menyatakan tidak dalam posisi mengambil keputusan memilih sistem pilkada langsung, tidak langsung, atau asimetris. Namun diperlukan kajian akademis dalam menganalisis dan mengevaluasi pelaksanaan pilkada secara langsung yang telah berlangsung dalam kurun waktu 15 tahun ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement