Ahad 01 Dec 2019 05:55 WIB

Muhammadiyah Bingung dengan Langkah Pemerintah

Mulai 10 Januari, majelis taklim harus terdaftar di Kementerian Agama.

Rep: Muhyiddin/ Red: Andri Saubani
[ilustrasi] Majelis Taklim Habib Abubakar Hasan Alatas Azzabidi menyelenggarakan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di kediaman Abuya Habib Abubakar bin Hasan Alatas Azzabidi di Jalan Karya Bhakti No.9 RT.01/RW. 06 Tanah Baru, Kecamatsn Beji, Kota Depok, Ahad (27/10).
Foto: Foto: Istimewa
[ilustrasi] Majelis Taklim Habib Abubakar Hasan Alatas Azzabidi menyelenggarakan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di kediaman Abuya Habib Abubakar bin Hasan Alatas Azzabidi di Jalan Karya Bhakti No.9 RT.01/RW. 06 Tanah Baru, Kecamatsn Beji, Kota Depok, Ahad (27/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Fachrul Razi belum lama ini meluncurkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim yang akan mulai berlaku pada 10 Januari nanti. Dengan adanya peraturan baru tersebut, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas bingung dengan langkah pemerintah akhir-akhir ini.

"Saya bingung melihat langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah akhir-akhir ini. Kok sepertinya semua aspek kehidupan dan aktivitas dari masyarakat mau diatur dan akan dibiayai oleh pemerintah," ujar Buya Anwar saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (30/11).

Baca Juga

Menurut dia, cara-cara yang dilakukan pemerintah tersebut belum baik bagi perkembangan masyarakat. Justru, kata dia, dengan mengatur majelis taklim akan memasung kreatifitas maayarakat, khususnya umat Islam dalam menyebarkan dakwah.

"Apakah cara-cara yang dilakukan oleh pemerintah itu tidak akan memasung inovasi dan kreatifitas masyarakat? Padahal seperti kita ketahui bersama bahwa untuk bisa dinamis dan tidaknya suatu masyarakat sangat tergantung kepada ada atau tidaknya kebebasan yang mereka miliki," ucapnya.

Buya Anwar juga melihat sekarang ini pemerintah cenderung ingin mengawasi semua kegiatan masyarakat, terutama umat Islam. "Pertanyaan saya apakah hal ini tidak akan membuat masyarakat kecewa kepada pemerintah karena mereka telah merasa sumpek dengan kehadiran dari kebijakan yang sangat membatasi kebebasan mereka ya?" ungkapnya.

Karena itu, Buya Anwar mengimbau kepada pemerintah, khususnya Kementerian Agama untuk lebih arif dalam mengeluarkan kebijakan. Dia pun menyarankan agar Kemenag menggunakan cara yang lebih dialogis dan persuasif dalam mewujudkan apa yang diinginkan oleh pemerintah, sehingga berdampak lebih baik pada kehidupan masyarakat.

"Saya mengimbau  pemerintah untuk lebih bersikap arif karena seperti kita ketahui tidak semua persoalan bisa diselesaikan dengan pendekatan peraturan atau hukum," kata Buya Anwar.

"Terus terang saya sangat menginginkan image dari masyarakat terhadap pemerintah itu hendaknya benar-benar baik. Oleh karena itu sosok yang harus ditampilkan oleh pemerintah bukan sebagai penguasa tapi sebagai abdi masyarakat agar rakyat dan masyarakat luas bisa hidup dengan tenang aman dan damai," imbuhnya.

Direktur Penerangan Agama Islam Ditjen Bimas Islam Kemenag, Juraidi, mengatakan, Kemenag mengeluarkan PMA tentang Majelis Taklim untuk memperkuat pemahaman dan pengamalan ajaran Islam yang rahmatal lil alamin. Majelis Taklim juga perlu diatur untuk membentengi masyarakat dari paham-paham radikal.

Ini sekaligus untuk membentengi masyarakat dari paham keagamaan yang bermasalah seperti radikalisme agama, paham intoleran, dan seterusnya," ujar Juraidi saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (30/11).

Ke depannya, menurut dia, Majelis Taklim yang ada sekarang harus ditingkatkan dalam pengelolaannya, sehingga bisa lebih banyak menebar manfaat di tengah-tengah masyarakat. "Majelis Taklim sebagai sarana pendidikan agama non-formal yang sangat fleksibel dari segi waktu dan tempat perlu ditingkatkan kualitas pengelolaannya agar lebih bermanfaat bagi masyarakat," kata Juraidi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement