Jumat 10 Jan 2020 07:05 WIB

Manfaatkan Aplikasi Berbagi Video, Petani Cina Raup Untung Besar Saat Panen

Dari gagal berjualan pakaian online di kota, seorang warga asal Cina memutuskan pulang kampung dan berusaha sarang madu. Kini ia berhasil menjual madu hingga nyaris Rp 6 miliar per tahun.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
picture-alliance/Photoshot/Y. Shunpi
picture-alliance/Photoshot/Y. Shunpi

"Apa kamu mau?" ujar seorang peternak lebah bernama Ma Gongzuo. Ia melihat ke arah kamera telepon selular pintar milik seorang kawannya. Ma Gongzuo kemudian menggigit sarang madu manis dan renyah berwarna kuning keemasan itu.

Video ini diluncurkan kepada 737.000 pengikut Ma Gongzuo di aplikasi berbagi video yang populer di Cina yaitu Douyin. Aplikasi ini mirip dengan aplikasi TikTok dan memiliki sekitar 400 juta pengguna di negara tirai bambu ini. Aplikasi video ini telah mengubah Ma Gongzuo dari petani dan peternak biasa menjadi layaknya selebriti.

Membuat video telah menjadi taktik penjualan yang populer bagi para petani di Cina. Ini menunjukkan bahwa konsumen semakin ingin tahu tentang asal-usul produk yang mereka beli. Selain itu, video juga memberikan pengetahuan terkait kehidupan di pedesaan dan ternyata berhasil memukau imajinasi penontonnya.

Baca juga: Indonesia Luncurkan Program Digitalisasi Pertanian

Lalu bagi sebagian orang, video-video seperti yang dibuat Ma Gongzuo juga telah membantu mereka keluar dari kemiskinan - yang diharapkan oleh Partai Komunis di Cina untuk bisa diberantas pada tahun 2020.

Pulang kampung dan bisnis madu

"Semua orang mengatakan saya tidak berguna ketika mereka melihat saya memutuskan untuk pulang kampung," kata lelaki berusia 31 tahun itu terkait kepulangan ke desa setelah usahanya menjalankan bisnis pakaian online gagal.

Baca juga: Ditelantarkan Bank, Petani Indonesia Berpaling Ke Crowdfunding

"Mereka mengatakan bahwa kita hanya bisa keluar dari kemiskinan jika kita belajar dan mendapatkan pekerjaan di kota," tambah Ma Gongzuo.

Namun kini Ma Gongzuo bisa mengendarai mobil mahal dan punya cukup uang untuk membeli properti. Ia juga membantu orang tuanya serta sesama penduduk desa tentang hal-hal yang berkaitan dengan rumah dan bisnis mereka.

Tahun 2015, Ma Gongzuo menjalankan bisnis keluarga yaitu memproduksi madu di daerah perbukitan hijau di Provinsi Zhejiang. Berkat aplikasi e-commerce, ia pun berhasil mengubah pendapatan tahunan menjadi sebesar 1 juta yuan (nyaris mencapai Rp 2 miliar).

Namun saat itu penjualan mulai mandek.

Lalu pada bulan November 2018, dengan bantuan dari teman-temannya di desa, Ma Gongzuo mulai memposting video tentang hidupnya di daerah pertanian. Mereka menunjukkan bagaimana ia membuka sarang lebah yang dikelilingi segerombolan lebah, berenang telanjang dada di sungai, dan memotong kayu.

"Saya tidak pernah mengiklankan produk saya. Saya menunjukkan kehidupan sehari-hari saya, pemandangan pedesaan. Itulah yang menarik minat orang," kata Ma Gongzuo. "Tentu saja orang juga berpikir saya menjual madu. Mereka lalu menghubungi saya dan mengatakan bahwa mereka ingin membeli madu."

Dan seperti kebanyakan transaksi di Cina, di mana uang tunai menjadi semakin kurang populer, pesanan-pesanan para pembeli ini pun dibayar melalui aplikasi seperti WeChat atau AliPay.

Ma Gongzuo mengatakan sekarang dia bisa menjual madu senilai antara 2 dan 3 juta yuan (Rp 4- 6 miliar) setiap tahunnya. Selain itu, ia juga menjual ubi jalar kering dan gula merah.

"Ketika saya masih muda, kami miskin," kenangnya. Ia menambahkan: "Di sekolah saya dulu mengagumi anak-anak lain yang punya uang saku, karena saya tidak pernah punya." Sekarang dia mengendarai BMW 4x4 yang harganya sekitar 760.000 yuan (Rp 1,5 miliar) dan juga berinvestasi membangun penginapan.

Berdayakan ekonomi pedesaan

"Menggunakan (aplikasi) Douyin, itu adalah titik balik saya," ujarnya.

"Kini saya dapat membelikan apa yang keluarga saya butuhkan. Saya juga membantu penduduk desa lainnya untuk menjual produk mereka. Semua ekonomi lokal merasakan manfaatnya," jelasnya.

Di Cina, sekitar 847 juta orang mengakses internet melalui ponsel pintar mereka. Ini menjadikan aplikasi online sangat berperan penting bagi kesuksesan petani dan peternak seperti Ma Gongzuo.

"Ini kemajuan," ujar sang ayah, Ma Jianchun, dengan gembira. "Kami sebagai orang tua merasa sangat senang. Dengan uang itu, kami dapat merenovasi rumah kami."

Menurut perusahaan audit asal Amerika Serikat, Deloitte, Cina adalah pasar terbesar di dunia untuk penyiaran video langsung secara online. Untuk mengikuti tren, perusahaan induk Douyin yaitu ByteDance mengatakan telah menyelenggarakan pelatihan kepada 26.000 petani tentang seni membuat video. Di negara itu ada juga platform serupa lainnya seperti Kuaishou dan Yizhibo.

Sementara Taobao, aplikasi e-commerce paling populer di Cina milik raksasa teknologi Alibaba, pada tahun 2019 meluncurkan sebuah proyek yang memperlihatkan kepada para petani bagaimana cara melakukan siaran langsung guna membantu mereka mendapatkan lebih banyak penghasilan.

Baca juga: Aksi Menyelamatkan Desa

Angka pemerintah Cina menunjukkan bahwa jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan di wilayah pedesaan di Cina memang berkurang secara dramatis. Namun depopulasi di pedesaan juga terus berlanjut karena banyak orang pergi ke kota untuk mencari pekerjaan dengan harapan memperoleh bayaran lebih baik.

"Kami ingin menjadi contoh dan menunjukkan kepada kaum muda bahwa sangat mungkin mendirikan bisnis dan menghasilkan uang di daerah pedesaan," jelas Ma Gongzuo yang berpendidikan universitas. "Kami berharap akan lebih banyak yang kembali ke kampung sehingga kehidupan dan (kegiatan) ekonomi dapat kembali di desa."

ae/gtp (AFP)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement