Sabtu 29 Feb 2020 15:50 WIB

Radikalisme dan Islamofobia Picu Konflik Antarumat Beragama

Wapres menyebut, radikalisme dan islamofobia dapat picu konflik antarumat beragama.

Wakil Presiden Maruf Amin menyebut, radikalisme dan islamofobia dapat menyebabkan terjadinya konflik antarumat beragama di suatu negara.
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Wakil Presiden Maruf Amin menyebut, radikalisme dan islamofobia dapat menyebabkan terjadinya konflik antarumat beragama di suatu negara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyebut, radikalisme dan islamofobia dapat menyebabkan terjadinya konflik antarumat beragama di suatu negara. Pemerintah setiap negara pun harus berupaya meningkatkan kerukunan di kalangan masyarakat.

"Jadi, kelompok dari Islam kita ingin jangan ada lagi radikalisme di kalangan Islam, tapi juga jangan ada lagi Islamophobia seperti yang berkembang di Barat. Ini potensi-potensi konflik," kata Wapres usai menghadiri The 3rd International Islamic Healthcare Conference and Expo (IHEX) 2020 di JCC Senayan Jakarta, Sabtu.

Baca Juga

Untuk menghindari terjadinya konflik antarumat beragama, Wapres mengatakan, penyebarluasan narasi-narasi kerukunan dari berbagai tokoh lintas agama perlu ditingkatkan lagi. "Kita coba membangun teologi kerukunan secara global dan membangun narasi-narasi keagamaan yang mencerminkan kerukunan," tuturnya.

Menurut Wapres, Indonesia akan menggagas pertemuan tokoh lintas agama internasional untuk menciptakan kerukunan antarumat beragama, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Terkait konflik yang menyebabkan kekerasan terhadap Muslim di India, Wapres menyampaikan keprihatinan dan berharap kejadian serupa tidak terjadi di negara lain.

"Kira prihatin masih ada hal seperti itu. Apa yang terjadi di India itu sangat memprihatinkan kita semua," ucapnya.

Kerusuhan di India dalam beberapa hari terakhir dipicu oleh undang-undang kewarganegaraan kontroversial yang baru disahkan oleh pemerintah. Ribuan demonstran dari kubu penolak dan pendukung UU Kewarganegaraan bentrok setelah pemerintahan di bawah PM Modi mengesahkan beleid tersebut.

UU Amandemen Kewarganegaraan (The Citizenship Amandment Act) akan memudahkan mereka yang bukan pemeluk Islam dari negara tetangga bermayoritas Muslim mendapatkan status kewarganegaraan dari Pemerintah India. Penolak beleid mengatakan UU Kewarganegaraan bias terhadap umat Islam.

Aturan itu juga diyakini mengancam konstitusi India yang sekuler. Namun, pendukung beleid, di antaranya Partai Bharatiya Janata (BJP), mengatakan bahwa UU Kewarganegaraan tidak memuat standar ganda terhadap lebih dari 180 juta Muslim di India.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement