Netty: Kebijakan Kenaikan Premi BPJS Mencederai Kemanusiaan

Netty meminta Presiden melaksanakan putusan MA yang membatalkan kenaikan premi BPJS

Jumat , 15 May 2020, 08:16 WIB
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Netty Prasetyani meminta Presiden melaksanakan putusan MA yang membatalkan kenaikan premi BPJS
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Netty Prasetyani meminta Presiden melaksanakan putusan MA yang membatalkan kenaikan premi BPJS

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani Heryawan menilai Pemerintah tidak memiliki kepekaan dan empati thd suasana kebatinan dan ekonomi masyarakat yang terpukul akibat covid-19. Pernyataan Netty menanggapi kenaikan premi BPJS ditandai dengan terbitnya Perpres nomor 64 tahun 2020. 

Perpres ini memutuskan iuran peserta PBPU dan peserta BP kelas I sebesar Rp 150 ribu. Sementara kelas II yakni sebesar Rp 100 ribu, dan kelas III, iuran yang ditetapkan sebesar Rp 42 ribu. Angka ini lebih rendah dari Perpres 75/2019 yang sebesar Rp 160 ribu kelas I, kelas II sebesar Rp 110 ribu, dan Rp. 51 ribu kelas III.

"Bahkan menurut beberapa pakar kondisi ekonomi kita akan terganggu hingga akhir tahun bahkan awal tahun depan. Maka kebijakan kenaikan ini sangat mencederai kemanusiaan," ungkap Netty, Jumat (15/5).

Netty menambahkan, Pemerintah memberikan kado buruk dan pil pahit bagi masyarakat di momen lebaran ini. Rakyat sudah gusar dengan banyaknya beban kehidupan yang ditanggung oleh rakyat, sebut saja kebaikan tarif dasar listrik, harga BBM yg tak kunjung turun, bahkan daya beli masyarakat yang semakin menurun.

"Kebijakan kenaikan ini semakin mempersulit kehidupan masyarakat dan membuat hidup masyarakat semakin sengsara dan ambyar," ungkap dia.

Padahal menurut Netty Pemerintah harusnya fokus dalam penanganan kesehatan terhadap covid-19 dengan menggunakan anggaran kesehatan yang sudah disiapkan. Jangan bikin pusing rakyat dengan kebijakan yang kontradiktif dan membingungkan.

Selain itu kebijakan subsidi yang diberikan kepada kelompok kelas 3 PBPU harus bisa dipertanggungjawabkan oleh pemerintah dan tepat sasaran mengingat carut marutnya persoalan data kepesertaan BPJS. Apalagi jumlah peserta kelas 3 ini paling banyak dari kelas lainnya setelah terjadi migrasi dari kelas 1 dan 2 ke kelas 3 yang diakibatkan kenaikan premi Perpres 75/2019.

"Seharusnya Presiden melaksanakan putusan MA yg membatalkan sebagian Perpres 75/2019 ini, secara sungguh-sungguh karena putusan ini mengikat. Jangan malah bermain-main dan mengakali serta mencederai hukum dengan menerbitkan Perpres 64/2020 ini. Seharusnya pemerintah menjadi contoh Institusi yg baik dan taat hukum jangan malah sebaliknya," ujar dia.