Jumat 03 Jul 2020 04:55 WIB

Mengapa Negara Arab Islam Lebih Percaya Pemerintah Militer?

Negara Arab Islam lebih percaya pemerintahan militer meski terindikasi korup.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Nashih Nashrullah
Negara Arab Islam lebih percaya pemerintahan militer meski terindikasi korup. Ilustrasi tentara di negara Arab.
Negara Arab Islam lebih percaya pemerintahan militer meski terindikasi korup. Ilustrasi tentara di negara Arab.

REPUBLIKA.CO.ID, Data terbaru menunjukkan bahwa negara-negara Arab menganut kepercayaan tinggi pada militer. Hal ini menjadi pertanyaan karena kebanyakan dari militer di negara-negara tersebut terindikasikan sangat korup. 

Negara Arab sebenarnya punya tendensi menyukai lembaga bersih dan tanpa korupsi. Sifat semacam itu merupakan hakikat pemerintahan bersih dan modern.

Laporan Arab Barometer 2018-2019 mengungkap 49,4 warga negara Arab sangat percaya sektor militer. Sedangkan 26 persen menaruh kepercayaan tingkat menengah pada militer. 

Dalam survei yang sama, sebanyak 47,3 persen peserta survei yakin pemerintahannya disusupi banyak korupsi. Adapun 52,2 persen peserta survei percaya tingkat korupsi hanya sedang-sedang saja. Negara-negara Arab yang disurvei terdiri dari Aljazair, Irak, Palestina, Yordania, Tunisia, Maroko, Kuwait, Sudan, Lebanon, Mesir dan Yaman.

 

Lebih rinci lagi, 57 persen warga Mesir sangat percaya pada militer. Adapun 27,3 persen sisanya menaruh kepercayaan sedang pada militer. Padahal hampir separuh peserta survei yakin korupsi berskala besar terjadi di Mesir. Namun entah mengapa mereka melepaskan unsur militer dari institusi yang berpotensi melakukan korupsi.

Kemudian, 48 persen responden yang menyatakan mereka punya kepercayaan tinggi pada militer juga menganggap ada korupsi ekstrim di negaranya. Mayoritas responden percaya ada korupsi berskala nasional atau yang dilakukan institusi formal, yaitu responden di Irak (74 persen), Lebanon (59), Libia (77), Maroko (42), Sudan (46), Tunisia (74) dan Yaman (33).

Lebih lanjut, Data Indeks Integritas Pertahanan Pemerintah (GDI) juga melontarkan fakta serupa soal potensi besar korupsi di negara Arab sekaligus citra baik militer yang dianggap tak melakukan korupsi. Mereka mendasari surveinya lewat indikator politik, personal, operasional, transaksi dan finansial.

GDI menetapkan negara Arab berada dalam kategori korupsi berskala kritis dan sangat tinggi. Negara-negara Arab itu terdiri dari Aljazair, Yordania, Mesir, Maroko, Oman, Qatar, Uni Emirat Arab, Lebanon, Palestina, Kuwait, dan Arab Saudi yang berada dalam level kritis korupsi di sektor pertahanan.

"Apakah warga di negara-negara itu sebenarnya sadar akan adanya korupsi di sektor pertahanan atau mereka justru memilih tutup sebelah mata karena militer merupakan institusi terkuat di negara itu," kata penulis Abdalhaji Alijla dilansir dari Qantara pada Kamis (2/7).

Tindakan kontradiktif ini menimbulkan potensi penyalahgunaan kekuasaan dan mengeksploitasi ekonomi negara Arab. Militer juga bisa menghindari pengawasan pemerintah dan publik dengan dalih kerahasiaan dan keamanan nasional.

Orang-orang yang coba mengungkap korupsi di militer harus siap dengan hukumannya. Bahkan media di negara-negara tersebut tak berani mengungkap korupsi di kalangan militer. Oleh karena itu tidak aneh jika masyarakat disana abai akan korupsi militer.

photo
Militer Mesir berpatroli di kawasan Sinai utara. - (AP Photo)

Militer diuntungkan dengan citranya sebagai penjamin stabilitas negara. Militer berusaha tampil mencegah perpecahan dan polarisasi politik. Alijla menawarkan agar publik dunia melihat bagaimana militer Arab digambarkan lewat media. Itulah jawaban untuk mengetahui hubungan militer dan sipil di negara Arab.

"Mengapa orang percaya pada sesuatu yang mereka persepsikan melakukan korupsi. Apakah itu ialah bentuk prioritas keamanan? heroisme ? Militerisme?" ujar Alijla.

Alijla menyebut warga negara Arab seolah melepaskan sektor militer dari pemerintah karena menganggap korupsi tak terjadi di militer. Padahal mereka yakin korupsi luar biasa terjadi di pemerintahan, legislatif dan sistem peradilan.

Alijla memandang fenomena ini dapat diartikan berarti ada jurang perbedaan antara institusi sipil dengan institusi militer. Militer dianggap memainkan citra yang luar biasa di hadapan publik sebagai penolong negara dari ancaman luar dan dalam negeri. "Ini tampak sebagai strategi manipulasi publik oleh militer," sebut Alijla.

Alijla menyimpulkan bahwa tingkat kepercayaan publik pada militer merupakan hasil strategi jangka panjang. Upaya-upaya  pembentukkan identitas nasional, mencegah informasi dan menghukum peredaran informasi sudah khatam dilakukan militer negara Arab. Militer juga mengkultivasi kurangnya keterbukaan antar sesama rakyat.

"Meski militer menikmati tingkat kepercayaan tinggi, angka-angka itu tidak berarti menunjukkan tak ada korupsi di militer, malahan menjadi jurang dalam antara militer dengan publik," tegas Alijla.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement