Jumat 03 Jul 2020 15:17 WIB

Penyerapan Anggaran Perlindungan Sosial Capai 34,06 Persen

Penyaluran stimulus perlindungan sosial lebih baik dibanding semua insentif yang ada.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Petugas pos menata logistik bantuan sosial untuk warga yang terdampak perekonomiannya akibat COVID-19 di Kantor Pos, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/4/2020). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, penyerapan anggaran perlindungan sosial sudah mencapai 34,06 persen dari pagu.
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Petugas pos menata logistik bantuan sosial untuk warga yang terdampak perekonomiannya akibat COVID-19 di Kantor Pos, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/4/2020). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, penyerapan anggaran perlindungan sosial sudah mencapai 34,06 persen dari pagu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, penyerapan anggaran perlindungan sosial sudah mencapai 34,06 persen dari pagu atau sebesar Rp 69,4 triliun. Total pagu anggaran perlindungan sosial yang disiapkan pemerintah sebesar Rp 203,9 triliun.

Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kemenkeu Kunta Wibawa mengatakan, penyaluran stimulus perlindungan sosial lebih baik dibandingkan semua insentif yang ada. Sebab, sebelum Covid-19, sudah ada beberapa program sosial seperti kartu sembako dan Program Keluarga Harapan (PKH).

Baca Juga

"Memang ada beberapa program yang sudah existing jadi ada di APBN. Maka lebih gampang dibandingkan program baru," jelas Kunta dalam diskusi virtual pada Jumat, (3/7).

Meski begitu, kata dia, pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah yakni penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan BLT Dana Desa. Ia melanjutkan, Pemerintah Daerah harus melakukan beberapa perbaikan dari sisi regulasi penyalurannya.

Berdasarkan data dari Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Transmigrasi dan Tertinggal BLT dana desa yang sudah tersalurkan mencapai Rp 4,5 triliun. Dari jumlah tersebut, sudah 71.065 desa atau setara 95 persen dari 74.835 desa yang telah menyalurkan BLT Dana Desa.

Pada kesempatan serupa, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu menyampaikan proyeksi terbaru pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 per Juni. Proyeksi itu sejalan dengan lembaga lainnya seperti IMF, World Bank, OECD, ADB, dan Bloomberg.

Kepala Pusat Kebijakan APBN BKF Kemenkeu, Ubaidi S Hamidi mengatakan, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 berada di angka -0,3 persen. Sementara, World Bank di angka nol persen, OECD yang paling rendah -3,9 sampai -2,8 persen.

"Kemenkeu memproyeksikan di angka -0,4 sampai 1 persen. ADB -1 persen dan Bloomberg memproyeksikan di angka 0,5 persen," ujar Ubai.

Dirinya menjelaskan, dampak perekonomian ini, ke depannya akan memengaruhi penyesuaian di sisi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Setidaknya ada dua hal utama dalam penyesuaian di APBN.

"Pertama, dampak terhadap tekanan di sisi tanggungan negara. Kemudian yang kedua adalah adanya tambahan beberapa belanja negara yang ekonomi itu tetap dalam koridor," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement