Kamis 09 Jul 2020 16:02 WIB

Inilah Warisan Sepeninggal Rasulullah SAW

Tahukah kalian warisan Nabi Muhammad sedang dibagikan di Masjid Nabawi?

Kisah Nabi Muhammad dan Sedekah Satu Butir Gandum (ilustrasi)
Foto: pixnio
Kisah Nabi Muhammad dan Sedekah Satu Butir Gandum (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh Dr A Ilyas Ismail

Diceritakan, sepeninggal Nabi SAW, putrinya, Siti Fatimah, meminta kepada Khalifah Abu Bakar agar diberikan warisan dari harta peninggalan Nabi.

Namun, Abu Bakar menolak permintaannya. Dasarnya, sabda Rasulullah SAW, “Kami para nabi tidak mewariskan harta. Apa yang kami tinggalkan menjadi sedekah [milik umat].” (HR Bukhari dari Aisyah).

Dalam riwayat lain, dikisahkan pula bahwa sahabat Abu Hurairah merasa heran melihat banyak orang di salah satu pasar di Madinah, yang begitu sibuk berbisnis. Lalu, ke pada mereka Abu Hurairah bertanya, “Kalian di sini, tahukah kalian bahwa warisan Nabi sedang dibagikan di Masjid Nabawi?”

Mereka pun bergegas menuju masjid. Merasa tak ada pembagian warisan di sana, mereka dengan rasa kecewa kembali menemui Abu Hurairah. “Tak ada pembagian warisan di masjid,” sanggah mereka. 

Jawab Abu Hurairah, “Apa kalian tidak melihat di sana ada orang-orang yang sedang shalat, membaca Alquran, dan belajar tentang hukum-hukum Allah? Itulah warisan Nabi.” (HR Thabrani dari Abu Hurairah).

Dua kisah ini menegaskan kepada kita bahwa warisan penting yang ditinggalkan Nabi SAW bukanlah harta, tetapi ajaran Islam. Karenanya, ahli waris Nabi bukanlah keturunannya an sich, tetapi para ulama. Nabi SAW, seperti diungkapkan para perawi hadis (ash-hab al-Sunan), berkata, Ulama adalah ahli waris para Nabi.

Sebagai ahli waris nabi, para ulama memikul beban dan tanggung jawab dakwah, yaitu kewajiban menyeru dan mengajak manusia ke jalan Allah, ila sabil-i rabbik(QS an-Nahl [16]: 125) melalui tabligh , amar makruf, dan nahi munkar, serta beramal saleh dan keluhuran budi pekerti (QS Fu shshilat [41]: 33). Hal inilah yang ditunjukkan sahabat Abu Bakar Shiddiq dan Abu Hurai rah, dalam kisah di atas.

Belajar dari dakwah sahabat Abu Hurairah di atas maka ada dua hal yang secara absolut harus dimiliki oleh para ulama dan para dai. Pertama, hikmah, yakni ilmu dan kearifan dalam mengidentifikasi masalah dan memberikan jawab an (solusi) yang tepat dalam mengatasi masalah tersebut.

“Allah menganugerahkan al-Hikmah (kepahaman yang dalam tentang Alquran dan assunah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak.” (QS al- Baqarah [2]: 269).

Kedua, qudwah hasanah, yakni keteladanan baik dalam sikap maupun perilaku, sehingga sang dai layak menjadi tokoh panutan (patron client), atau model peran (role model). (QS al-Ahzab [33]: 21).

Warisan yang sesungguhnya adalah agama dan hikmah atau kebenaran yang bersifat universal. Setiap orang beriman, setingkat dengan ilmu dan kesanggupan yang dimiliki, diminta untuk menjaga “warisan suci” ini.

Rasul Muhammad SAW bersabda, “Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara [pusaka]. Kalian tidak akan tersesat selama-lamanya selagi kalian berpegang teguh pada keduanya, yaitu Kitab Allah (Alquran) dan sunah Rasul.” (HR Malik, Muslim dan Ash-hab al-Sunan). Wallahu a`lam.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement