Kamis 09 Jul 2020 16:59 WIB

BNPB Koordinasi dengan Bupati Sleman Sikapi Gunung Merapi

BNPB melihat kesiapsiagaan di Magelang, Klaten, Sleman dan Boyolali.

Pemantaun Gunung Merapi. Petugas Balai Peyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) memantau fluktuasi Gunung Merapi pascaerupsi di Yogyakarta, Kamis (13/2).
Foto: Wihdan Hidayat/ Republika
Pemantaun Gunung Merapi. Petugas Balai Peyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) memantau fluktuasi Gunung Merapi pascaerupsi di Yogyakarta, Kamis (13/2).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Bersama Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) melakukan koordinasi dengan Bupati Sleman Sri Purnomo dalam upaya menyikapi perkembangan aktivitas Gunung Merapi dalam beberapa hari terakhir.

"Dari hari Sabtu 4 Juli, ada gempa vulkanik dangkal dua hari berturut-turut," kata Deputi Bidang Pencegahan BNPB Lilik Kurniawan di Sleman, Kamis (9/7).

Menurut dia, pihaknya mendapat informasi dari BPPTKG Yogyakarta terkait aktivitas Gunung Merapi yang berbeda dari sebelumnya. Dari data-data BPPTKG, pihaknya mengirimkan surat kepada BPBD DIY dan Jawa Tengah. Maksud dari surat itu untuk kesiapsiagaan.

"Kita mendatangi empat kabupaten, Boyolali, Klaten, Sleman, dan Magelang untuk melihat kesiapsiagaan, memastikan jalur-jalur evakuasi harus siap," katanya.

Menurut dia, BNPB sangat konsen terkait dengan penanganan bencana dan keselamatan masyarakat menjadi prioritas. "Kami berusaha agar semua masyarakat selamat," katanya.

Ia mengatakan, jikapun Gunung Merapi tidak meletus dalam hari-hari ini, kesadaran kesiapsiagaan sudah dilakukan sehingga suatu saat terjadi sudah siap.

"Hari Sabtu kemarin dari BPPTKG menyampaikan ada gempa vulkanik dangkal dua hari berturut-turut. Nah ini menjadi salah satu indikasi. Kami sebelumnya sudah tahu ada erupsi-erupsi yang sudah terjadi, bahkan ketinggian mencapai di atas tiga kilometer. Semua adalah aktivitas vulkanik," katanya.

Lilik mengatakan, pihaknya juga telah mengunjungi pos pengamatan Gunung Merapi di Jrakah, dan menjelaskan adanya morfologi Merapi yang mulai tumbuh. "Ini mengisyaratkan ada kemungkinan aktivitas-aktivitas dari dalam Merapi yang mulai terpantau," katanya.

Kepala BPPTKG Yogyakarta Hanik Humaida mengatakan aktivitas Merapi terus terjadi, ada pemendekan dari pengukuran IDM, tapi belum terlalu signifikan, pemendekan sebesar 0,5 sentimeter per hari arah Babadan.

"Perkembangan ke depan, kami masih terus melihat. Ada dua kemungkinan, dalam artian bisa meletus atau erupsi seperti kemarin 21 Juni. Kan sejak 2018, terjadi erupsi dengan eksplosive skala 1 dibandingkan, erupsi 2010 dengan skala 4 dan tahun 2006, skala 2," katanya.

Menurut dia, eksplosive skala satu, merupakan skala terendah. "Kami sebut eksplosive karena dominannya gas, masih belum berbeda jauh dari yang kemarin. Bisa tumbuh kubah lava, seperti kemarin Agustus 2018, nanti kita lihat terus perkembangan," katanya.

Hanik mengatakan memang ada pemendekan jarak tubuh Gunung Merapi, ada penggembungan 0,5 sentimeter per hari sejak 22 Juni setelah erupsi sampai sekarang.

"Magma semakin ke atas, ada aktivitas dari dalam bumi. Sebelum erupsi kemarin, tidak ada penggembungan, kemarin masih dominan gas. Kemungkinan ini sudah ada magma di permukaan," katanya.

Ia membandingkan erupsi Merapi 2010 dengan penggembungan 120 sentimeter per bulan dengan rata-rata 3-4 sentimeter per hari. "Potensi bahaya ada di radius 3 kilometer karena sewaktu-waktu bisa meletus," katanya.

Bupati Sleman Sri Purnomo mengatakan Koordinasi dengan BPPTKG dan BNPB untuk mengikuti petunjuk dan arah penanganan terkait peningkatan aktivitas Merapi agar berjalan dengan baik.

"Selama ini, ada aktivitas-aktivitas Merapi, yang selama ini keluar asap dan letusan-letusan kecil. Jika nanti ada letusan besar maka masyarakat dalam radius bahaya harus diungsikan," katanya.

Menurut dia, Pemkab Sleman sudah membuat kontijensi apabila ada aktivitas Gunung Merapi. "Namun kontijensi tersebut disusun sebelum pandemi COVID-19, jadi harus ada perubahan paradigma, dibuat baru harus jaga jarak jika nanti ada pengungsian," katanya.

Sri Purnomo mengatakan, Pemkab Sleman saat ini memiliki banyak barak pengungsian sehingga diharapkan ini bisa memudahkan dalam penanganan pengungsi sesuai protokol kesehatan Covid-19.

"Sleman punya banyak barak pengungsian di banyak tempat, nanti bisa dibagi-bagi," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement