Kamis 06 Aug 2020 00:15 WIB

Apindo: Kebijakan Ganjil Genap tidak Efektif

Kebijakan itu akan membuat mereka harus naik kendaraan umum.

Rep: Idealisa Masyrafina / Red: Agus Yulianto
Ketua Industri Manufaktur Apindo Johnny Darmawan
Ketua Industri Manufaktur Apindo Johnny Darmawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai, kebijakan ganjil genap hanya akan menimbulkan klaster penularan COVID-19 di transportasi umum. Pasalnya, saat ini, banyak karyawan yang justru menggunakan mobil untuk berangkat ke perusahaan yang sama, guna menghindari naik kendaraan umum.

"Kalau sekarang ada ganjil genap, mereka jadinya harus naik kendaraan umum. Ini kan menimbulkan kekhawatiran adanya klaster penularan baru," ujar Ketua Industri Manufaktur Apindo Johnny Darmawan, kepada Republika.co.id, Rabu (5/8).

Baca Juga

photo
Sejumlah anggota kepolisian melakukan sosialisasi pemberlakuan kembali ganjil genap di kawasan Senayan, Jakarta, Senin (3/8). Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya kembali memberlakukan kembali sistem ganjil genap kendaraan bermotor di DKI Jakarta. Namun, pemberlakuan itu masih dalam tahap sosialisasi dalam tiga hari sebelum penindakan tilang. Republika/Putra M. Akbar - (Republika/Putra M. Akbar)
 

Johnny mengungkapkan, kebijakan sejak awal pandemi mengenai bekerja dari rumah (working from home) untuk mengurangi jumlah karyawan yang masuk, sebenarnya telah berjalan cukup efektif. Selain itu, untuk melarang karyawan yang memiliki gejala atau berasal dari wilayah zona merah untuk tetap bekerja di rumah dan menjalani rapid test.

Namun, dia mengakui, memang sulit untuk menerapkan sebagian besar karyawan bekerja dari rumah. "Sudah sesuai dengan apa yang dijalankan, 50 persen hadir dan WFH. Tapi industri kadang-kadang susah kalau semuanya WFH, nanti kerjaannya tidak kelar semuanya," kata Johnny.

Penerapan shift masuk juga dinilai tidak efektif untuk menghindari keramaian di transportasi umum. Meskipun jumlah pengguna kendaraan umum berkurang, kata Johnny, namun tidak akan memungkinkan untuk jaga jarak di ruang publik.

"Nggak ada cukup ruang buat jaga jarak 1,5 meter. Tetap sulit walaupun ada perbedaan shift," kata Johnny.

Untuk itu, dia berharap, Pemprov DKI Jakarta mengkaji ulang kebijakan ini. Setidaknya, agar tidak membuat karyawan terpaksa menggunakan transportasi umum. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement