Rabu 05 Aug 2020 19:08 WIB

Surabaya Buka Kembali Sekolah, PGRI: Jangan Ambil Risiko

Surabaya telah menggelar simulasi sekolah tatap muka pada masa pandemi.

Rep: Ali Mansur/ Red: Andri Saubani
Sebuah spanduk bernada peringatan terpasang di pagar jalan di akses keluar Jembatan Suramadu, Surabaya, Jawa Timur.
Foto: ANTARA /Didik Suhartono
Sebuah spanduk bernada peringatan terpasang di pagar jalan di akses keluar Jembatan Suramadu, Surabaya, Jawa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemkot Surabaya berencana membuka kembali sekolah untuk kegiatan belajar mengajar secara tatap muka yang diawali dengan simulasi di beberapa sekolah. Menyikapi hal ini, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyatakan, masih belum berkenan sekolah tatap muka digelar di tengah pandemi Covid-19.

"Bagi PGRI ini belum seirama dengan itu jadi kami tidak mau berspekulasi dengan membuka sekolah di jalur hijau sekalipun, kecuali sudah hijau semua. Apalagi Surabaya kan belum terlalu aman dan jangan ambil risiko," ujar Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Dudung Nurullah Koswara, saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (5/8).

Baca Juga

Kendati demikian, Dudung menegaskan berdasarkan hasil survei, baik guru maupun anak didik sudah rindu ingin sekolah dengan tatap muka. Bahkan para guru pun sudah tidak nyaman dengan adanya beberapa oknum yang menuduh seolah-olah guru tidak bekerja. Padahal, mereka bekerja sesuai dengan bidangnya masing-masing meski harus lewat daring dan dengan penuh keterbatasan.

"Karena terus terang PJJ ini proses pembelajaran yang memang tidak sempurna penuh keterbatasan. Juga tidak melibatkan hati dan perasaan secara langsung dengan anak didik," ungkap Dudung.

Memang, Dudung mengakui, tidak sedikit para guru gagap dengan belajar secara daring ini, terutama mereka yang berusia 45 tahun ke atas. Mereka masih asing dengan media laptop, atau aplikasi-aplikasi pembelajaran daring, tapi para guru tetap bersemangat untuk bisa beradaptasi dengan cepat.

Sementara anak didik sudah lebih cepat beradaptasi. Di sisi lain ada dua hal yang harus diadaptasi, yaitu beradaptasi dengan wabah Covid-19 dan dengan dunia teknologi.

"Simulasi kalau langsung masuk itu sangat beresiko tinggi, kalau simulasi dalam populasi atau dalam  kuantitas yang sangat diatur sesuai dengan protokol kesehatan itu masih bisa diterima. Karena simulasi itu proses adaptasi sebelum pembelajaran tatap muka dimulai silakan saja simulasi," terang Dudung.

Sebelumnya, Kepala Bidang Sekolah Menengah Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya Sudarminto mengatakan, pihaknya telah menggelar simulasi terkait rencana proses belajar mengajar (PBM) di sekolah untuk siswa SMP. Untuk tahap awal, kata dia, simulasi PBM akan dimulai di 21 SMP baik itu swasta maupun negeri yang mewakili lima wilayah sekolah di Surabaya sebagai pilot project.

"Namun, sebelum PBM di sekolah diputuskan, terlebih dahulu masing-masing sekolah itu melaksanakan simulasi terkait protokol kesehatan," terang Sudarminto.

Sudarminto mencontohkan, simulasi protokol kesehatan PBM yang berlangsung pada Senin (3/8) ini di SMPN 15 dan SMPN 3 Surabaya. Simulasi yang berlangsung di kedua sekolah tersebut, diperankan oleh karyawan serta para guru. Menurutnya, sebelum PBM di sekolah diputuskan, masing-masing sekolah yang ditunjuk sebagai pilot project itu menyerahkan Standar Operasional Prosedur (SOP) protokol kesehatan.

photo
Kesadaran Rendah Protokol Kesehatan Warga Surabaya Raya - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement