Selasa 11 Aug 2020 01:06 WIB

Iran Beralih dari Minyak ke Petrokimia

Negeri para mullah itu meresmikan tiga proyek utama petrokimia

Red: Nur Aini
Presiden Iran Hassan Rouhani
Presiden Iran Hassan Rouhani

 

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Untuk mengurangi ketergantungan yang luar biasa besar pada ekspor minyak mentah, yang telah terpukul keras oleh sanksi, Iran kini perlahan-lahan mengalihkan fokus ke industri petrokimia, industri ekspor terbesar kedua negara itu.

Baca Juga

Tiga proyek petrokimia utama negara itu senilai 1,6 miliar dolar AS atau sekitar Rp 24 triliun diresmikan pada Kamis pekan lalu sebagai bagian dari upaya pemerintah Iran untuk meningkatkan pendapatan non-minyak di saat ekspor minyak mereka anjlok.

Provinsi Bushehr selatan menampung Pabrik Petrokimia Kimia Pars Timur Tengah - dengan kapasitas produksi tahunan 1,65 juta ton metanol - dan Pabrik Petrokimia Kaveh - kompleks penghasil metanol terbesar di dunia dengan produksi harian 7.000 ton - menurut Shana, portal berita migas yang dekat dengan Kementerian Perminyakan Iran.

Unit Produksi Katalis Petrokimia Lorestan, yang memiliki kapasitas produksi tahunan sebesar 100 ton katalis yang dibutuhkan untuk memproduksi polietilen, terletak di provinsi Lorestan barat. Katalis adalah zat kimia yang dapat mempercepat atau memperlambat suatu reaksi.

Proyek itu adalah indikasi yang jelas bahwa Iran sekarang dengan penuh semangat mendorong penjualan petrokimia, Menteri Perminyakan Bijan Zanganeh. Bijan juga mengatakan 13 proyek lagi akan diluncurkan sampai 21 Maret 2021 - akhir tahun anggaran 2020 pemerintah Iran.

Total investasi dalam proyek-proyek baru pada akhir tahun fiskal berikutnya, yakni 21 Maret 2022, tambah Zanganeh menambahkan, akan menjadi 17 miliar dolar AS atau Rp 255 triliun (untuk 27 proyek), yang akan meningkat menjadi 37 miliar dolar AS atau Rp 555 triliun dalam empat tahun ke depan.

Presiden Iran Hassan Rouhani, yang menghadiri upacara peresmian melalui konferensi video, mengatakan proyek petrokimia baru tersebut akan membantu "pendapatan non-minyak, swasembada dan lapangan kerja" Iran.

Ekonomi Iran, yang secara tradisional bergantung pada ekspor minyak, telah melemah dalam beberapa tahun terakhir karena pemerintah AS memberlakukan kembali sanksi ekonomi yang melumpuhkan negara itu.

Sebagai alternatif ekspor minyak, pemerintah Iran melihat potensi dalam produksi dan penjualan petrokimia. Sebanyak 55 perusahaan petrokimia Iran saat ini menghasilkan 31 juta ton produk petrokimia pada tahun fiskal terakhir yang berakhir pada 21 Maret, sementara ekspornya menghasilkan pendapatan 9,5 miliar dolar AS.

Dari total hasil produksi, sebanyak 23 juta ton petrokimia diekspor ke pasar internasional dan 8 juta ton dijual di dalam negeri. Total pendapatan yang dihasilkan dari penjualannya mencapai 14,5 miliar dolar AS, menurut portal berita Kementerian Perminyakan.

Ekspor sebanyak 23 juta ton petrokimia pada tahun fiskal terakhir telah membantu mengkompensasi hilangnya 20 persen pendapatan minyak akibat sanksi, menurut seorang pejabat.

Menteri Perminyakan Bijan Namdar Zangeneh mengatakan kapasitas produksi petrokimia Iran telah dua kali lipat sejak Rouhani menjabat presiden pada tahun 2013, dan menambahkan bahwa tujuan Iran adalah untuk melipatgandakan kapasitas produksi pada tahun 2025.

Ancaman sanksi AS

Meskipun data di atas mungkin memberikan gambaran yang indah, namun tidak semuanya berjalan mulus. Industri ini juga termasuk di bawah palu sanksi.

Awal tahun ini, empat perusahaan perminyakan internasional menghadapi sanksi AS karena diduga mengekspor minyak dari Perusahaan Minyak Nasional Iran.

Sebelumnya, pada Juni 2019, pemerintah AS telah memberikan sanksi kepada kelompok usaha petrokimia terbesar Iran, Perusahaan Industri Petrokimia Teluk Persia, dengan tuduhan memberikan "dukungan keuangan" kepada Korps Pengawal Revolusi Islam.

Ketegangan antara Iran dan AS meningkat setelah Presiden Donald Trump mengumumkan pengunduran diri sepihak dari kesepakatan nuklir Iran 2015 pada Mei 2018 dan menerapkan kembali sanksi yang telah diringankan oleh pendahulunya.

Industri minyak Iran telah terpukul keras oleh sanksi tersebut, karena banyak negara menghentikan impor minyak dari Iran, takut akan reaksi dari AS. Industri petrokimia telah mengisi celah itu, hanya sampai batas tertentu.

sumber : https://www.aa.com.tr/id/dunia/iran-beralih-dari-minyak-ke-petrokimia/1936472
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement