Selasa 29 Sep 2020 14:23 WIB

Alasan KAMI Pilih Ruang Publik daripada Langsung ke Presiden

Pembubaran acara buat KAMI nilai negara seakan takut.

Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI)  Refly Harun mengaku bingung karena acara KAMI seringkali dibubarkan oleh aparat. Insiden pembubaran acara KAMI terkini terjadi pada Senin (28/9) di Surabaya, Jatim.
Foto: Republika/ Wihdan
Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Refly Harun mengaku bingung karena acara KAMI seringkali dibubarkan oleh aparat. Insiden pembubaran acara KAMI terkini terjadi pada Senin (28/9) di Surabaya, Jatim.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arif Satrio Nugroho, Dadang Kurnia

Acara yang akan digelar Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) kemarin kembali dibubarkan di Surabaya, Jatim. Pembubaran acara KAMI bukan untuk pertama kali terjadi.

Baca Juga

Salah satu deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Refly Harun angkat bicara soal pembubaran acara KAMI di Surabaya yang dihadiri mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Refly menilai, pembubaran itu menunjukkan pemerintah seperti ketakutan dengan gerakan KAMI.

"Justru ketika itu dihalang-halangi oleh negara baik langsung maupun tidak langsung, itu menjadi tanda tanya, kok negara seperti ketakutan dengan kelompok seperti KAMI ini," kata Refly saat berbincang dengan Republika.co.id pada Selasa (29/9).

 

Refly mengaku bingung dengan pembubaran itu. Sebab acara KAMI hanya sekadar orasi penyampaian ide-ide dan gagasan dari gerakan tersebut. "Bukan sesuatu yang luar biasa. Bukan pengerahan massa demonstrasi dan lain sebagainya," ujarnya.

Ia pun mempertanyakan alasan pembubaran yang dilakukan. Sebab, selama ini banyak acara partai politik yang menggelar deklarasi, misalnya saat partai-partai politik baru didirikan.

"Apa bedanya dengan partai baru yang deklarasi, kenapa nggak dihalangi, atau dengan orang yang mengkritik pemerintah lainnya kenapa nggak dihalangi. Jadi menurut saya, penggalangan itu menunjukkan pemerintah khawatir sendiri dengan kelompok seperti kami yang bukan partai politik yang solid struktural," ujar Refly.

Pakar hukum tata negara itu juga mengatakan, perjuangan KAMI berada pada tataran nilai, bukan mesin politik. Ia mengatakan, KAMI adalah gerakan moral, karena yang dijual adalah rasionalitas sehingga banyak dukungan sukarela mengalir.

"Karena mereka yang biasanya kritis dan kecewa dengan pemerintahan, akan mudah bergabung dengan kami karena punya kesamaan ide. Kan nggak mungkin memilih parpol karena parpol sudah ke sisi pemerintah semua," ujar Refly menambahkan.

KAMI memang memilih ruang publik maupun media sosial untuk menyampaikan gagasan maupun kritiknya pada pemerintah. Ada alasan tersendiri mengapa KAMI memilih ruang publik daripada menemui langsung pejabat terkait subjek kritikan atau Presiden.

"Menyampaikan gagasan bisa di mana saja. Jadi tidak perlu kita bertemu secara formal, ini bukan kaya zaman dulu harus disampaikan ke Presiden atau DPR," kata Refly yang menduduki posisi di Komite Hukum dan HAM KAMI.

Sebagaimana diketahui, KAMI belakangan ini melakukan gerakan deklarasi untuk menyampaikan gagasan atau ide mereka. Bahkan, dalam gerakan KAMI yang terakhir di Surabaya dijegal sekelompok massa dan dibubarkan polisi.

Refly menyayangkan pembubaran tersebut. Ia menegaskan, semua pihak berhak menyampaikan gagasan atau kritik di forum apapun, asalkan tidak melanggar hukum yang ada.

"Kita ngomong mengkritik gagasan nggak perlu langsung ke Istana. Malah kalau ketemu langsung di Istana nggak diperhatikan jangan-jangan, presiden cuma iya-iya saja kan," ujar Refly.

"Tapi ketika di ruang publik, gagasan itu disambut oleh publik kan jadi testing the water, oh berarti gagasan ini diterima, langsung disampaikan," kata Pakar Hukum Tata Negara itu.

Kendati demikian, Refly menambahkan, meski memilih ruang publik, tak menutup kemungkinan KAMI melakukan advokasi atau komunikasi dengan pemegang jabatan eksekutif, DPR, bahkan presiden. "Bukan berarti kita menghindari ketemu DPR atau eksekutif lainnya, tetap mau juga. Kita nggak alergi kok," ujar Refly menambahkan.

Kemarin ratusan massa yang mengatasnamakan kelompok 'Surabaya Adalah Kita' menyuarakan penolakan acara KAMI. Mantan Panglima TNI, Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo yang diagendakan hadir di Gedung Juang 45 pun batal hadir.

Gatot dan petinggi KAMI Jatim akhirnya menggelar acara ramah tamah di Gedung Jabal Nur, Jambangan Surabaya. Di acara tersebut, Gatot diminta memberikan sambutan di hadapan para tamu yang hadir. Namun, di tengah sambutan, ada seorang yang mengaku sebagai anggota polisi meminta Gatot menghentikan sambutannya. Tidak hanya itu, aparat tersebut juga meminta acara disudahi, mengingat massa yang sebelumnya mengggelar aksi penolakan di Gedung Juang 45, merapat ke Gedung Jabal Nur.

Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko membenarkan kepolisian membubarkan acara tersebut. Trunoyudo menyatakan, izin untuk menyelenggarakan acara tersebut tidak terpenuhi. Seharusnya, penyelenggara mengajukan izin, jauh sebelum digelarnya acara. Namun ini, proses pengajuan izin, baru disampaikan ke Polda Jatim dua hari menjelang digelarnya acara.

"Terkait dengan kegiatan yang sifatnya lokal pengajuan izin harus 14 hari sebelumnya. Untuk kegiatan yang sifatnya nasional harus 21 hari sebelumnya. Kita ketahui dari beberapa yang kita lihat, surat-surat administrasi itu baru diberikan 26 September atau baru 2 hari lalu," kata Trunoyudo di Mapolda Jatim, Surabaya, Senin (28/9).

Trunoyudo juga beralasan, pemberhentian acara tersebut berkaitan dengan upaya pemutusan mata rantai penyebaran Covid-19. Karena, kata dia, Jawa Timur masuk perhatian nasional terkait penyebaran Covid-19. Di masa pandemi Covid-19, lanjut Trunoyudo, keselamatan masyarakat adalah yang utama.

"Setiap kegiatan keramaian itu harus melalui yang namanya assesment. Untuk situasi saat ini acara secara virtual lebih valid lah," ujar Trunoyudo.

Komite Eksekutif KAMI Jatim, Donny Handricahyono, mengatakan acara yang digelar di Jabal Nur bukan merupakan acara utama. Karena, kata dia, acara utama sejatinya digelar di Gedung Juang 45. Di Jabal Nur, kata dia, hanya acara ramah tamah atau sarapan bersama tokoh agama.

"Pak Gatot kan mau menuju ke itu (Gedung Juang) artinya kita punya acara di sana. Kita mau sarapan di penginapan itu. Begitu kita mau sarapan di penginapan itu karena banyak kiyai lantas karena (Gatot) tokoh diminta sambutan untuk bicara dan lain-lain. Begitu bicara baru jalan sudah dibubarkan sama polisi," ujar Donny.

Alasan pembubaran, kata Donny, karena di luar Gedung Jabal Nur, banyak masyarakat dari gabungan Ormas yang berkerumun dan menolak digelarnya acara. "Polisi yang membubarkan. Sama sekali tidak menunjukan identitas. Dia menyebutkan dari polisi tapi tidak menunjukan surat apa pun," ujar Donny.

Donny menyatakan, pihaknya telah mengajukan izin menggelar acara ke Polda Jatim. "Kami sudah memberikan pemberitahuan dan kami pegang itu. Hari Sabtu apa Hari Jumat ke Polda (Jatim)" kata Donny.

photo
Poin-Poin Deklarasi KAMI - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement