Rabu 30 Sep 2020 00:48 WIB

Din Pertimbangkan Jalur Hukum Terhadap Penolak Acara KAMI

Din menilai penolak acara KAMI di Surabaya antidemokrasi dan radikal.

Rep: Febryan. A/ Red: Andri Saubani
Deklarator KAMI, Din Syamsuddin.
Foto: Republika/Fuji Eka Permana
Deklarator KAMI, Din Syamsuddin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Din Syamsudin menyebut, kelompok yang menolak acara Silaturahim Akbar KAMI di Surabaya pada Senin (28/9) sudah bersikap anti-demokrasi dan radikal. Pihaknya pun tak segan-segan menempuh jalur hukum jika penolakan yang terjadi sudah melampaui batas.

"Dari peristiwa tersebut diketahui bahwa masih ada kelompok dalam masyarakat yg antidemokrasi, bersikap radikal, dan berwawasan eksklusif dengan kecenderungan menolak keberadaan kelompok lain," kata Din dalam keterangan tertulisnya yang dikirimkan kepada Republika, Selasa (29/9).

Baca Juga

Menurut Din, kelompok penolak itu tidak memahami bahwa konstitusi menjamin keberadaan suatu kelompok dalam masyarakat. Dan jika ada ketidaksetujuan pikiran dan gagasan, seharusnya dihadapi dengan pikiran dan gagasan pula.

Selain itu, lanjut dia, penolakan seharusnya tak terjadi jika kelompok itu memahami jati diri KAMI. KAMI berjuang untuk meluruskan kiblat bangsa dan menegakkan Pancasila secara sejati. KAMI mengkritik dan mengoreksi penyelenggaraan negara yang dianggap menyimpang dan tidak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

"Maka kami menilai penolakan terhadap KAMI oleh kelompok-kelompok tertentu adalah akibat kesalahpahaman atau pemahaman yang salah terhadap KAMI," ujar Din.

Ia juga menduga ada pihak yang merekayasa dan mendanai kelompok penentang itu. Lebih lanjut, Din menyebut KAMI dengan jejaringnya di banyak daerah di seluruh Indonesia dan mancanegara memilih untuk memaafkan mereka yang sinis dan benci terhadap KAMI.

"Namun yang pasti jika ada pihak lain yg melampaui batas dan melanggar hukum, KAMI tidak segan-segan untuk memprosesnya ke jalur hukum, demi tegaknya negara hukum," katanya.

Din juga menyebut bahwa KAMI mengambil hikmah dari penolakan tersebut. Kejadian itu dijadikan pendorong semangat untuk bangkit bergerak.

"Alhamdulillah, KAMI semakin kompak di atas keyakinan bahwa kebenaran harus ditegakkan dengan kesabaran. KAMI berpegang pada prinsip bahwa sekali berjuang harus maju terus pantang mundur, dan dalam perjuangan tidak ada titik kembali," kata mantan Ketua PP Muhammadiyah itu.

Sebelumnya, acara Silaturahim Akbar Kami itu sejatinya dilaksanakan di Gedung Juang 45, Surabaya, pada Senin (28/9). Namun, acara batal digelar lantaran ratusan massa yang mengatasnamakan 'Surabaya Adalah Kita' berkumpul menolak kegiatan tersebut. Acara lalu diganti menjadi kegiatan ramah tamah di Gedung Jabal Nur, Jambangan Surabaya, pada hari yang sama.

Dalam acara ramah tamah tersebut, Presidium KAMI Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo diminta menyampaikan pidato. Namun, saat mantan Panglima TNI itu berpidato, polisi masuk ke dalam gedung dan meminta pidatonya dihentikan. Polisi itu juga meminta acara disudahi karena massa 'Surabaya Adalah Kita' sudah berada di luar gedung Jabal Nur.

Kabid Humas Polda Jatim Komisaris Besar Polisi Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, pembubaran acara tersebut karena tidak berizin. Selain itu, kata dia, acara dihentikan dalam rangka memutus mata rantai penyebaran Covid-19.

"Terkait dengan kegiatan yang sifatnya lokal pengajuan izin harus 14 hari sebelumnya. Untuk kegiatan yang sifatnya nasional harus 21 hari sebelumnya. Kita ketahui dari beberapa yang kita lihat, surat-surat administrasi itu baru diberikan 26 September atau baru 2 hari lalu," kata Trunoyudo di Mapolda Jatim, Surabaya, Senin (28/9).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement