Pekerja menyelesaikan pembuatan perhiasan perak di Salim Silver, Kotagede, Yogyakarta, Kamis (24/9). Pasar perak di Kotagede selama pandemi Covid-19 anjlok, diperparah resesi di negara tujuan ekspor. | Wihdan Hidayat / Republika

Kabar Utama

Bank Dunia: Ekonomi RI Bisa Pulih 2021 

Perlambatan ekonomi Indonesia tidak separah sejumlah negara di ASEAN. 

JAKARTA – Bank Dunia memproyeksikan ekonomi Indonesia bisa tumbuh positif pada 2021 sejalan dengan membaiknya perekonomian global. Namun, pertumbuhan tahun ini diproyeksikan minus 1,6 persen. Dalam skenario paling buruk, ekonomi Indonesia bisa terkontraksi hingga dua persen pada akhir tahun. 

Proyeksi tersebut disampaikan Bank Dunia dalam laporan ekonomi untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik edisi Oktober bertajuk "Containment to Recovery" yang dirilis pada Selasa (29/9). Pada Juli lalu, Bank Dunia sempat memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa bertahan di level nol persen. 

Bank Dunia dalam laporannya menyebut, ekonomi Indonesia bisa kembali pulih dengan pertumbuhan hingga 4,4 persen pada 2021. Tapi, dalam skenario terburuk, pertumbuhannya hanya mencapai tiga persen. 

Chief Economist East Asia and Pacific dari World Bank Aaditya Mattoo mengatakan, pertumbuhan ekonomi tahun ini maupun tahun depan amat bergantung pada pengendalian pandemi Covid-19. "Terjadinya pemulihan dan normalisasi kegiatan berkaitan dengan kemungkinan diproduksinya vaksin," kata Aaditya Matto saat menyampaikan laporan Bank Dunia secara virtual, Selasa (29/9). 

Meski ekonomi Indonesia diproyeksi tumbuh negatif pada tahun ini, namun tingkat kontraksi perekonomian Tanah Air tidak sedalam sejumlah negara lain di Asia Tenggara (ASEAN). Berdasarkan proyeksi Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi Malaysia akan minus 4,9 persen, Filipina minus 6,9 persen, Thailand minus 8,3 persen, dan Timor Leste minus 6,8 persen. 

Secara keseluruhan, kawasan Asia Timur dan Pasifik diproyeksikan mengalami pertumbuhan hanya 0,9 persen pada tahun ini. Bank Dunia mencatat, angka tersebut merupakan yang terendah sejak 1967. Sementara itu, Cina yang merupakan mitra dagang utama Indonesia diprediksi tumbuh dua persen. 

Menurut Bank Dunia, Indonesia menjadi satu dari dua negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik yang masih harus menghadapi tingginya prospek ketidakpastian. Indonesia dan Filipina dinilai belum berhasil mengendalikan pandemi Covid-19.

Namun, perekonomian Indonesia dinilai sedikit lebih kebal dari dampak perdagangan dunia, pariwisata, dan remitansi dibandingkan Filipina. Oleh karena itu, perekonomian Indonesia diproyeksikan tidak terlalu terpengaruh dibandingkan Filipina. "Tapi, prospeknya tetap tidak pasti." 

Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai, proyeksi terbaru Bank Dunia terhadap kontraksi ekonomi Indonesia tahun ini sejalan dengan proyeksi pemerintah. "Pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi berada dalam rentang -1,7 persen dan -0,6 persen," kata Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu, kemarin. 

Bank Dunia dalam laporannya juga menekankan agar negara-negara mewaspadai kemiskinan ekstrem akibat pandemi Covid-19. Terkait hal tersebut, Febrio mengatakan pemerintah memberikan berbagai bantuan untuk masyarakat kelompok 40 persen pendapatan terendah melalui program Pemulihan  Ekonomi Nasional (PEN). Di antaranya dalam bentuk Jaring Pengaman Sosial (JPS), bantuan/pembiayaan usaha, maupun subsidi listrik.

"Bantuan ini bahkan tidak hanya menyasar masyarakat 40 persen terbawah namun juga kelas menengah yang terdampak melalui berbagai program, seperti program Kartu Prakerja dan program padat karya," kata Febrio. 

Bank Dunia juga menganjurkan peningkatan efektivitas jaringan pengaman sosial menjadi fokus evaluasi dan perbaikan pemerintah ke depan. Pasalnya, implementasi program JPS perlu dilakukan secara optimal, tepat sasaran dan cakupan memadai untuk melindungi masyarakat miskin dan rentan.

Febrio menambahkan, laporan Bank Dunia menjadi masukan penting dalam upaya mendorong efektivitas implementasi dan evaluasi program PEN. 

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah mengatakan, ekonomi Indonesia akan tumbuh positif jika pemerintah sudah bisa mengendalikan wabah Covid-19. Jika wabah telah berakhir, kata dia, ekonomi bisa tumbuh pada level empat persen hingga lima persen. “Syaratnya hanya Itu," kata Piter, kemarin. 

Namun, jika wabah belum juga bisa dikendalikan, ekonomi Indonesia akan kembali tumbuh negatif pada tahun depan. Piter memproyeksikan, pertumbuhan akan berada di kisaran minus tiga persen hingga minus empat persen. 

Kalangan pengusaha optimistis pertumbuhan ekonomi nasional tahun depan dapat mencapai 4,5 persen sampai 5,5 persen. Asalkan, penanganan Covid-19 bisa dipercepat. 

"Akar masalah kita di sini (wabah Covid-19). Makanya kami dari pengusaha sangat mengapresiasi sekaligus mendukung Menteri BUMN atas kerja kerasnya dalam pengadaan vaksin secepatnya," kata Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang kepada Republika, Selasa (29/9).

Ia khawatir masalah sosial akan semakin besar jika pandemi berkepanjangan. Pengangguran akan semakin banyak, pendapatan masyarakat terpuruk, dan daya beli masyarakat makin melemah. "Percepatan realisasi (vaksin) sangat kita nantikan dan itu jawaban dari ketidakpastian ke dunia usaha," tutur dia. 

Sarman menambahkan, ketidakpastian ekonomi membuat masyarakat kelas menengah menahan belanja. Apalagi, kata dia, saat ini ada sebanyak 50 juta orang yang menjadi masyarakat kelas menengah baru. "Mereka punya tabungan tapi enggak berani belanja karena ekonomi tidak pasti." 

Pulihnya pertumbuhan ekonomi, kata dia, juga tergantung pada upaya pemerintah dalam menggenjot konsumsi rumah tangga. Sebab, konsumsi memiliki kontribusi besar dalam struktur produk domestik bruto (PDB). Ia menyarankan pemerintah untuk terus memperluas bantuan sosial. "Subsidi gaji juga perlu dilanjutkan dan diperluas untuk meningkatkan daya beli," katanya. 

Pandemi Berdampak Panjang

Dalam laporannya, Bank Dunia menyebut pandemi Covid-19 akan meninggalkan dampak yang lama terhadap pertumbuhan inklusif jangka panjang. Hal ini karena terhambatnya investasi, pertumbuhan modal manusia, dan produktivitas.

Bank Dunia dalam laporannya yang bertajuk 'From Containment to Recovery' menyampaikan, utang publik dan swasta yang disertai dengan memburuknya neraca perbankan serta meningkatnya ketidakpastian, akan menghambat investasi publik dan swasta. Selain itu, mendatangkan risiko terhadap kestabilan ekonomi.

"Serangan penyakit, kelangkaan pangan, hilangnya pekerjaan, dan penutupan sekolah-sekolah dapat menyebabkan pengikisan modal manusia serta hilangnya penghasilan yang berdampak seumur hidup," tulis Bank Dunia dalam laporannya yang dipublikasikan pada Selasa (29/9).

Penutupan usaha dan terganggunya hubungan perusahaan dengan pekerjanya menghambat produktivitas karena hilangnya aset tak berwujud yang berharga. Terganggunya perdagangan dan rantai nilai global menghambat produktivitas, yang menyebabkan kurang efisiennya pengalokasian sumber daya di berbagai sektor dan memperlambat penyebaran teknologi.

Jika tidak diatasi, pandemi dapat mengurangi pertumbuhan kawasan selama satu dekade mendatang sebesar satu poin persentase per tahun.  Dampak panjang pandemi lainnya adalah masyarakat miskin menjadi sangat tidak berdaya akibat berkurangnya akses mereka untuk mendapatkan layanan rumah sakit, sekolah, lapangan pekerjaan, dan keuangan.

Kendati demikian, dampak negatif ini dapat diimbangi dengan percepatan penyebaran teknologi untuk penanggulangan Covid-19, yang dapat mendorong produktivitas dan memperbaiki akses pelayanan bagi masyarakat miskin.

Sementara itu, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) akan tetap terjadi meskipun nantinya pandemi Covid-19 telah berakhir. Hal ini disebabkan adanya perubahan perilaku masyarakat, termasuk dunia usaha, selama pandemi.

Ekonom Indef, Aviliani mengatakan, pandemi Covid-19 memaksa perusahaan untuk mempercepat proses digitalisasi. Perusahaan yang semula berencana untuk mengurangi pegawai dalam lima tahun, kini mempercepat proses itu sehingga PHK tidak bisa dielakkan.

“PHK sudah ada, tapi memang belum terlalu signifikan. Namun ke depan, PHK tak hanya terjadi karena pandemi, tapi karena perilaku masyarakat kita yang berubah menjadi permanen," kata Aviliani dalam acara 'The 2nd Series Industry Roundtable (Episode 8) Banking Industry Perspective', Selasa (29/9).

Menurut dia, daya tahan perusahaan hanya mampu bertahan selama enam bulan sampai satu tahun dalam menghadapi krisis. Alhasil, ketika perusahaan-perusahaan mulai tumbang, akan banyak terjadinya PHK.

Oleh karena itu, ia mengingatkan pemerintah untuk terus mengantisipasi adanya gelombang PHK. “Harus diantisipasi juga oleh masyarakat. Karena ini akan terjadi (PHK) mau tidak mau," ucapnya.

Insentif

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan berupaya menekan dampak pandemi Covid-19 terhadap dunia usaha melalui sejumlah insentif. Terbaru, Kemenkeu mengumumkan, memberikan insentif fiskal atas impor barang dan bahan untuk proses produksi barang jadi berupa fasilitas bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP).

Insentif tersebut bertujuan untuk mengantisipasi dampak pandemi Covid-19 terhadap produktivitas sektor industri dalam negeri. Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Syarif Hidayat mengatakan, insentif fiskal berupa BMDTP telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 134/PMK.04/2020. Fasilitas ini diberikan kepada industri sektor tertentu yang terdampak pandemi.

Syarif mengatakan, PMK tersebut diterbitkan sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penerimaan negara, serta menjaga stabilitas ekonomi yang terus mengalami perlambatan sejak pandemi Covid-19. 

"Fasilitas yang diberikan pemerintah kali ini berupa BMDTP, yaitu bea masuk terutang akan dibayar oleh pemerintah dengan menggunakan alokasi dana yang telah ditetapkan dalam APBN/APBN-P," ujar Syarif di Jakarta, Selasa (29/9). 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat