Kamis 01 Oct 2020 01:26 WIB

SMRC: Publik Lebih tak Suka ISIS dan LGBT daripada Komunis

Publik jauh lebih tak suka ISIS ketimbang PKI.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Indira Rezkisari
Foto pahlawan revolusi dipajang di Museum Pahlawan Pancasila, Yogyakarta, Rabu (30/9). Museum ini sebagai peringatan G30S/PKI di Yogyakarta. Dimana dua pahlawan revolusi gugur, yakni Brigjend Katamso dan Kolonel Sugiyono. Dua perwira ini diculik, dibunuh, kemudian dikuburkan di museum ini.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Foto pahlawan revolusi dipajang di Museum Pahlawan Pancasila, Yogyakarta, Rabu (30/9). Museum ini sebagai peringatan G30S/PKI di Yogyakarta. Dimana dua pahlawan revolusi gugur, yakni Brigjend Katamso dan Kolonel Sugiyono. Dua perwira ini diculik, dibunuh, kemudian dikuburkan di museum ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) menyebutkan, masyarakat lebih tak menyukai kelompok Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) dan Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT) ketimbang hal-hal yang menyangkut komunis. Hal itu berdasarkan hasil survei tahun lalu, yang dilakukan pada Mei 2018 hingga April 2019.

"Paling tidak disukai itu adalah ISIS 23 persen, yang kedua LGBT 15,3 persen, lalu komunis 14 persen," ujar Direktur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas dalam rilis daringnya, Rabu (30/9).

Baca Juga

Tren tertinggi ketidaksukaan publik terhadap ISIS terjadi pada Mei 2018, sebesar 36 persen. Kemudian kurvanya menurun pada September 2018 hingga April 2019, berkisar di angka 21 sampai 24 persen.

"LGBT di kisaran 13 sampai 15 persen, sementara PKI antara 13 sampai 14 persen," ujar Sirojudin.

Sedangkan dalam hasil survei terbaru SMRC, menunjukkan bahwa 14 persen responden percaya isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI). Survei ini dilakukan pada 23-26 September 2020.

"Jadi artinya total populasi Indonesia yang tahu atau mengatakan setuju bahwa saat ini sedang ada kebangkitan PKI di Indonesia itu ada 14 persen," ujar Sirojudin.

Dari 14 persen yang percaya isu kebangkitan PKI, ada 79 persen atau 11 persen dari total responden percaya bahwa hal ini menjadi ancaman. Dari 11 persen itu, 8 persennya menilai pemerintah tak tegas terhadap isu ini.

Sedangkan jika dikelompokkan sesuai demografi masyarakat, dari 14 persen tersebut mayoritas beragama Islam dan beretnis Minang. "Sementara tingkat kesetujuan terhadap isu tersebut lebih tinggi di kelompok beragama Islam dan beretnis Betawi dan Minang," ujar Sirojudin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement