Kamis 04 Mar 2021 00:03 WIB

Retak Bintang Mercy Jelang Setahun Pangeran Cikeas

Elite dan pengurus Demokrat perlu mengaplikasikan komitmen politik dengan transparan.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bersilatutahim ke sejumlah pendiri Partai Demokrat, Rabu (3/3).
Foto: Partai Demokrat
Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bersilatutahim ke sejumlah pendiri Partai Demokrat, Rabu (3/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belum setahun kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai ketua umum Partai Demokrat yang ditetapkan pada 15 Maret 2020, benih keretakan dan masalah di internal hadir pada 1 Februari 2021. Sebulan yang lalu, AHY mengatakan, ada gerakan pengambilalihan kepemimpinan yang dilakukan oleh para kader dan mantan kader. 

Tak tangung-tanggung, AHY secara gamblang menyebut adanya keterlibatan orang dekat Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam gerakan tersebut. Hingga pada akhirnya, Demokrat mengungkapkan, sosok tersebut adalah Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko. 

Baca Juga

"Pada awalnya, kami menganggap persoalan ini hanyalah masalah kecil saja, urusan internal belaka. Tetapi sejak adanya laporan keterlibatan pihak eksternal dari lingkar kekuasaan yang masuk secara beruntun sejak minggu yang lalu, maka kami melakukan penyelidikan secara mendalam," ujar AHY di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin (1/2/2021). 

Dari masalah internal yang sebelumnya dianggap kecil, menyeret nama Moeldoko, hingga kemunculan nama-nama lain dalam sebulan terakhir. Nama-nama itu mulai dari nama mantan wakil sekretaris jenderal Partai Demokrat Yus Sudarso, anggota DPR Jhoni Allen Marbun, hingga mantan sekretaris jenderal Partai Demokrat yang juga pernah maju sebagai calon ketua umum, Marzuki Alie, yang berujung pemecatan secara tidak hormat. 

 

Permasalahan makin melebar ketika ada pihak-pihak mengatasnamakan pendiri, senior, hingga organisasi sayap Partai Demokrat yang mendorong digelarnya kongres luar biasa (KLB). Tujuan utamanya, mengembalikan partai berlambang bintang mercy itu kembali seperti apa yang dicita-citakan sebelumnya. 

Para pendukung KLB menganggap cita-cita Demokrat sebelumnya bukan menjadi partai keluarga yang justru dikuasai oleh dinasti yang bertempat tinggal di Puri Cikeas, Kabupaten Bogor. Demokrat juga tidak dicita-citakan menjadi partai yang melanggengkan cara tak benar untuk memperoleh kekuasaan partai. 

"Partai Demokrat awalnya didirikan sebagai partai modern dan terbuka, itu menjadi landasan berjuang. Namun kemudian, terkesan dikerdilkan menjadi partai keluarga," ujar mantan wakil ketua umum Partai Demokrat, Max Sopacua, Rabu (24/2/2021).

Jhoni Allen, sebagai salah satu kader yang dipecat, juga menyampaikan bahwa Partai Demokrat saat ini menjadi partai keluarga. AHY sebagai 'Pangeran Cikeas' dapat berada di puncak kepemimpinan karena sosok sang ayah, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

Bahkan, Jhoni mengatakan, terpilihnya AHY dalam Kongres V yang digelar Maret 2020 merupakan hasil rekayasa SBY. Jhoni mengatakan, pemilik suara untuk memilih ketua umum diusir dan seluruh DPD diminta untuk mendukung AHY sebagai ketua umum. 

"Itulah yang mereka sebut aklamasi, makanya AHY berada di puncak gunung, tapi tidak pernah mendaki," ujar Jhoni, Senin (1/3/2021).

KLB pun semakin berembus kencang kala pihak-pihak yang kecewa dengan kepengurusan Partai Demokrat saat ini mengeklaim persiapannya sudah mencapai 80 persen. Bali, tempat yang sama digelarnya KLB pada 2013 yang melengserkan Anas Urbaningrum, disebut sebagai lokasi digelarnya forum tersebut. 

Salah satu pendiri Partai Demokrat Hencky Luntungan mengatakan KLB tersebut terbuka bagi siapa saja yang ingin menjadi ketua umum Partai Demokrat, baik dari internal maupun eksternal. Kendati demikian, ia belum memastikan waktu penyelenggaraannya, yang kabarnya akan digelar pada Maret tahun ini. 

"Tinggal waktunya kita start kapan. Cuma sengaja belum diekspose karena ada hal-hal yang belum boleh diekspos," ujar Hencky, Selasa (2/3/2021).

photo
Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti memberikan keterangan pers di kantor DPP Partai Demokrat , Jakarta, Senin (1/2/2021). AHY menyampaikan adanya upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa, di mana gerakan itu melibatkan pejabat penting pemerintahan, yang secara fungsional berada di dalam lingkaran kekuasaan terdekat dengan Presiden Joko Widodo. - (ANTARA/Muhammad Adimaja)

Melihat permasalahan tersebut, SBY sempat 'turun gunung' dan menyatakan bahwa Partai Demokrat tak dijual kepada siapapun. Ia bersumpah akan menjadi benteng pelindung dari pihak-pihak yang berusaha mengambil alih kepemimpinan AHY. 

Menurutnya, Partai Demokrat di bawah kepemimpinan AHY sudah menghasilkan banyak hal positif. Mulai dari elektabilitas pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 yang semakin besar, hingga makin dicintainya partai oleh masyarakat. 

"Bagi orang luar yang punya ambisi untuk merebut dan membeli Partai Demokrat, saya katakan dengan tegas dan jelas, Partai Demokrat not for sale," ujar SBY, Rabu (24/2/2021).

Sementara itu, peneliti dan pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai bahwa dorongan KLB merupakan tanda ketidakpuasan di internal Partai Demokrat. Hal tersebut dapat disebabkan oleh partai yang tidak transparan dan akuntabel. 

Ia menilai para elite dan pengurus Partai Demokrat perlu mengaplikasikan komitmen politik dengan transparan dan akuntabel. Namun, prosesnya harus tetap mengacu pada AD/ART, agar tak ada peraturan yang dilanggar. 

"Parpol harus terbuka untuk semua kadet dan hak otonom kader harus dijamin, bila partai ingin maju. Partai tak boleh identik dengan kepemilikan seseorang atau keluarga, karena partai adalah pilar penting demokrasi," ujar Siti. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement