Jumat 05 Mar 2021 10:02 WIB

IHSG Melemah Tertekan Penurunan Bursa Global

IHSG melemah sejak kemarin akibat dorongan sentimen dalam negeri maupun global.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Nidia Zuraya
Investor memantau perdagangan saham melalui gawainya (ilustrasi). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka melemah dan turun hingga ke level 6.245 pada perdagangan pagi ini, Jumat (5/3/2021).
Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA
Investor memantau perdagangan saham melalui gawainya (ilustrasi). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka melemah dan turun hingga ke level 6.245 pada perdagangan pagi ini, Jumat (5/3/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak di zona merah pada perdagangan pagi ini, Jumat (5/3). IHSG dibuka melemah dan turun hingga ke level 6.245. IHSG melemah sejak kemarin akibat dorongan sentimen dalam negeri maupun global. 

Penurunan IHSG ini sejalan dengan bursa saham global yang cenderung bergerak turun. Kepala riset Reliance Sekuritas, Lanjar Nafi mengatakan pelemahan ekuitas global dengan komoditas logam menjadi faktor utama. 

Investor juga terpantau berhati-hati terhadap dampak dari volatilitas obligasi. "Ini menyita perhatian investor untuk beralih di saat spekulasi ekuitas yang telah bubble pasca pemulihan harga tercepat dari krisis kesehatan tahun lalu," kata Lanjar, Jumat (5/3).

Dari Asia, Indeks Nikkei 225 Tokyo, Hang Seng Hong Kong serta Shanghai Composite masing-masing koreksi 1,97 persen, 1,81 persen dan 0,83 persen. Bursa Eropa juga terkoreksi diantaranya FTSE London turun 0,37 persen dan GDAXI Frankfurt turun 0,17 persen. 

Sedangkan dari Amerika Serikat (AS), Indeks S&P 500 ditutup melemah pada perdagangan semalam sebesar 1,34 persen, indeks Dow Jones juga terkoreksi 1,11 persen. Nasdaq turun paling tajam sebesar 2,11 persen. 

Analis Artha Sekuritas Indonesia, Dennies Christopher, mengatakan IHSG masih berpotensi melemah di akhir perdagangan. Menurutnya, IHSG masih minim sentimen ekonomi dalam negeri.

Sementara dari faktor global masih ada kecemasan kenaikan yield obligasi. Dennies mengatakan, investor akan lebih mencermati data pengangguran dan upah non-pertanian di AS.

"Secara teknikal indicator stochastic membentuk deadcross mengindikasikan potensi pelemahan akan berlanjut," tutup Dennies. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement