Konflik Rusia-Ukraina, Pengamat: Seakan Hanya Orang Eropa Layak Dapat Empati

Dalam konteks perang, banyak liputan yang menggunakan narasi rasialis.

AP Photo/Visar Kryeziu
Seorang warga Ukraina bersama bayinya melintas di perbatasan di Medyka, Polandia, Kamis (3/3/2022). Konflik Rusia-Ukraina, Pengamat: Seakan Hanya Orang Eropa Layak Dapat Empati
Rep: Alkhaledi Kurnialam Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Pengamat dari Universitas Glasgow, Inggris Sam Hamad mengatakan ketika Rusia melanjutkan invasinya ke Ukraina, liputan media Barat menjadi sangat intens dan seringkali penuh semangat. Banyak negara segera menunjukkan aksi nyatanya untuk melawan Putin. 

Baca Juga

Namun, di tengah dinding dukungan yang adil untuk Ukraina ini, muncul warna rasialisme yang tak terbantahkan. Dalam konteks perang, banyak liputan yang menggunakan bahasa yang sangat mengganggu. Seperti Charlie D'Agata dari CBS News, yang disebut Hamad penuh narasi rasialis. 

Dilansir dari The New Arab, Selasa (1/3/2022), D'Agata yang melaporkan langsung dari Ukraina, mengatakan tentang pengalamannya di Kyiv di bawah serangan Rusia. “Ini bukan tempat seperti Irak atau Afghanistan yang telah menyaksikan konflik berkecamuk selama beberapa dekade. Ini adalah kota yang relatif beradab, relatif Eropa, di mana Anda tidak mengharapkan itu atau berharap itu akan terjadi," kata D'Agata

Peneliti yang berfokus pada ideologi totaliter itu menyebut ucapan itu seperti memaklumkan peristiwa perang bagi orang-orang kulit berwarna di Asia atau tempat lain, dibanding terjadi kepada kulit putih di Eropa. "Sangat mudah bagi orang-orang seperti D'Agata untuk menerima perang dan berbagai kengeriannya ketika dikunjungi oleh orang kulit berwarna. Tetapi ketika para korban memiliki kulit putih, rambut pirang, mata biru dan cukup Eropa, tiba-tiba kengerian perang menjadi benar-benar menjijikkan," katanya. 

Meski D'Agata kemudian meminta maaf atas komentarnya, Hamad menilai rasialisme terang-terangan dari pernyataannya muncul dari narasi yang mendalam bahwa orang Ukraina adalah orang kulit putih, orang Eropa Kristen sekuler, dan dengan demikian beradab. Sementara orang Irak dan Afghanistan adalah Muslim berkulit gelap yang tampaknya hidup dalam keadaan barbarisme yang konstan.

Hamad juga menanggapi ucapan Koresponden NBC Kelly Cobiella yang melakukan standar ganda. Saat itu Kelly menanggapi pertanyaan tentang mengapa Eropa terburu-buru menerima pengungsi Ukraina, tetapi bukan warga Suriah atau Afghanistan sebelumnya.

“Terus terang, ini bukan pengungsi dari Suriah, ini adalah pengungsi dari Ukraina, mereka Kristen, mereka kulit putih, mereka sangat mirip," katanya.

 

Menurutnya, ini semua adalah retorika Barat, yang seharusnya menjadi “orang baik” melawan agenda yang terbukti tidak liberal dan anti-kemanusiaan dari Vladimir Putin dan sekutunya. Tapi orang-orang yang mengucapkan kalimat rasialis itu sebenarnya tidak jauh berbeda sikap dan pemahamannya dengan Putin. 

"Meskipun mereka mungkin berpikir mereka berada di sisi kanan sejarah, retorika mereka adalah bagian dari hierarki global yang dibentuk oleh nilai-nilai rasialis dan tidak liberal yang sama yang memberdayakan Putin," ujarnya. 

Standar ganda dikatakan terlihat paling jelas dalam kontras antara kuantitas dan kualitas dukungan global untuk Ukraina. Termasuk mempersenjatai mereka dengan MANPADS (senjata anti-pesawat), senjata anti-tank, dan jet tempur. Sementara ada pengabaian total pada perang di Suriah oleh dunia internasional.

Tercatat, dalam 11 tahun perang genosida di Suriah, tidak ada campur tangan dunia internasional. Tidak pernah ada serah terima atau bantuan MANPADS apa pun. Perbandingan campur tangan Putin di Suriah dan serangan ke Kiev menunjukkan dengan jelas bahwa bagi dunia Barat, hanya orang-orang kulit putih Eropa yang bisa mendapat empati. 

"Bayangkan jika dunia menerapkan sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya ini terhadap Rusia atas perannya dalam melakukan genosida terhadap warga Suriah? Mungkin sanksi seperti itu tidak dibenarkan jika korbannya kebanyakan berkulit cokelat, Muslim non-Eropa yang tinggal di tanah di mana perang dan pembantaian massal tidak mengejutkan tetapi tampaknya tak terhindarkan dan biasa," kata Hamad. 

Pengungsi Ukraina beristirahat di stasiun kereta Warszawa Wschodnia (Warsawa Timur) di Warsawa, Polandia, 03 Maret 2022. - (EPA-EFE/PAWEL SUPERNAK)

 
Berita Terpopuler