Kamis 26 May 2022 01:40 WIB

Kaji Soal Data Perdesaan, Rieke Diah Pitaloka Raih Gelar Doktor dari UI

Rieke Diah Pitaloka meraih gelar doktor tercepat tanpa cuti dengan nilai cumlaude

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Rieke Diah Pitaloka (keempat dari kiri)  meraih gelar doktor tercepat tanpa cuti dengan nilai cumlaude dari Universitas Indonesia.
Foto: Dok Istimewa
Rieke Diah Pitaloka (keempat dari kiri) meraih gelar doktor tercepat tanpa cuti dengan nilai cumlaude dari Universitas Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Anggota DPR RI dari Fraki PDIP, Rieke Diah Pitaloka, berhasil meraih studi doktoral ilmu komunikasi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI).  

Rieke menempuh studi doktoral tercepat tanpa cuti selama 2 tahun 8 bulan 2 hari. Dengan capaian ini, Rieke merupakan doktor bidang ilmu Komunikasi ke-124 FISIP UI sekaligus doktor perempuan ke-63.

Baca Juga

Dalam sidang yang berlangsung, Rabu (25/5/2022) di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI, Depok itu, Rieke mengangkat disertasi dengan judul “Kebijakan Rekolonialisasi: Kekerasan Simbolik Negara Melalui Pendataan Perdesaan" 

Rieke menjelaskan disertasi ini merupakan deskripsi, analisis dan interpretasi atas perbandingan dua jenis data, yaitu data perdesaan yang direproduksi institusi negara dengan pendekatan top down dan data yang diproduksi warga dengan pendekatan bottom up. 

Dia menyebutkan temuan penelitian memperlihatkan bahwa data yang direproduksi negara tidak mengintegrasikan antara data spasial dan numerik. “Akibatnya data tersebut sulit dikonfirmasi, diverifikasi dan divalidasi,” kata dia dalam keterangannya, Rabu.  

Hal tersebut menurut dia, menyebabkan kualitas data negara tidak memenuhi prinsip-prinsip data yang aktual, akurat dan relevan (pseudo data). Namun data tersebut tetap dianggap data yang memiliki legalitas sebagai basis data kebijakan pembangun, karena prosesnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan. 

Dia berpendapat, inilah yang disebut dengan kekerasan simbolik negara, kekerasan yang beroperasi dengan cara mengatur, mamaksakan, bahkan bisa saja merekayasa pendataan dan data perdesaan. Ketika pseudo data dijadikan basis kebijakan publik, maka dampaknya adalah marginalisasi berkesinambungan oleh negara . 

Rieke mengatakan disertasi ini membongkar kekerasan negara yang beroperasi melalui data yang tidak menginformasikan kondisi dan kebutuhan riil warga serta potensi riil.perdesaan.

“Praktik ini mengakibatkan monopoli sumber daya publik berada di tangan biroksasi dan atau korporasi. Ruang komunikasi dan partisipasi masyarakat tertutup atas nama teknokrasi yang legal,” tutur dia.      

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement