Senin 03 Oct 2022 09:55 WIB

Yunani Siap Berdialog dengan Turki Guna Akhiri Ketegangan

Pembicaraan hanya bisa berlangsung jika Turki hentikan provokasi.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Jet tempur F16 Turki terbang di atas kapal angkatan laut selama latihan angkatan laut NATO tahunan di pantai barat Turki di Mediterania, Kamis, 15 September 2022. Pemerintah Yunani menyatakan siap menjalin dialog konstruktif dengan Turki guna mengakhiri ketegangan di antara mereka.
Foto: AP Photo/Khalil Hamra
Jet tempur F16 Turki terbang di atas kapal angkatan laut selama latihan angkatan laut NATO tahunan di pantai barat Turki di Mediterania, Kamis, 15 September 2022. Pemerintah Yunani menyatakan siap menjalin dialog konstruktif dengan Turki guna mengakhiri ketegangan di antara mereka.

REPUBLIKA.CO.ID, ATHENA -- Pemerintah Yunani menyatakan siap menjalin dialog konstruktif dengan Turki guna mengakhiri ketegangan di antara mereka. Namun Athena menyebut, pembicaraan hanya bisa berlangsung jika Ankara menghentikan aksi provokasinya.

“Terserah Turki untuk memilih apakah akan melakukan dialog seperti itu atau tidak, tetapi bahan dasarnya harus de-eskalasi,” kata Menteri Luar Negeri Yunani Nikos Dendias kepada surat kabar Proto Thema dalam sebuah wawancara, Ahad (2/10/2022).

Baca Juga

Menurutnya, Turki memang menjadi pihak yang harus meredakan ketegangan. “Yang bertanggung jawab atas de-eskalasi adalah yang menyebabkan eskalasi, yaitu Turki,” ucapnya.

Denidas mengatakan klaim Turki bahwa Yunani tidak bisa menjadi lawan bicara yang setara secara diplomatik, politik, dan militer melanggar aturan dasar hubungan luar negeri, yakni prinsip kesetaraan antar-negara. “Ini adalah pendekatan menghina yang menempatkan berbagai negara kurang lebih setara,” ujarnya.

Pada 26 September lalu, pemerintah Turki memanggil duta besar (dubes) Yunani di Ankara. Mereka menyerukan agar Athena mengakhiri pelanggaran-pelanggaran di pulau-pulau Aegea dan memulihkan status non-militer wilayah tersebut. Sehari sebelum dubes Yunani dipanggil, pesawat nirawak (drone) Turki merekam penyebaran kendaraan lapis baja Yunani di pulau Midilli (Lesvos) dan Sisam (Samos).

Turki menilai, hal itu merupakan pelanggaran Perjanjian Lausanne 1923 dan Perjanjian Paris 1947. Pulau-pulau Aegea diharuskan demiliterisasi di bawah kedua perjanjian tersebut. Dengan demikian, pengerahan pasukan atau senjata apa pun di pulau-pulau itu dilarang keras.

Pada Mei lalu, Yunani telah menyampaikan kepada PBB bahwa Turki menantang kedaulatannya atas pulau-pulau di Laut Aegea timur. Athena menilai, Ankara mengancamnya dengan perang. 

“Yunani dengan sungguh-sungguh meminta Turki berhenti mempertanyakan kedaulatan Yunani atas pulau-pulau Aegea, khususnya melalui pernyataan yang tidak berdasar secara hukum dan secara historis keliru (serta) tidak mengancam Yunani dengan perang,” demikian bunyi salah satu kalimat dalam surat empat halaman yang diserahkan kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan ditandatangani Perwakilan Tetap Yunani di PBB Maria Theofili tertanggal 25 Mei.

Yunani merasa Turki telah mengancamnya dengan peperangan. “Tindakan yang sangat mengancam oleh Turki (termasuk) penerbangan berulang kali di wilayah Yunani oleh jet tempur yang bertentangan dengan hukum internasional,” kata Yunani dalam suratnya kepada Guterres.

Yunani dan Turki telah berselisih selama beberapa dekade mengenai batas laut, termasuk soal di mana landas kontinen mereka dimulai dan berakhir. Akibat hal itu, kedua negara juga terlibat perselisihan soal hak pengeboran minyak dan gas di Mediterania timur, khususnya di sekitar pulau-pulau Yunani di dekat garis pantai Turki. Penerbangan di atas Laut Aegea juga kerap memantik ketegangan Ankara dan Athena.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement