"Insya Allah, saya bersama warga Pondok Labu setelah ini akan mendirikan ranting Muhammadiyah," kata Ketua Umum Pimpinan Muhammadiyah periode 2010-2015 Din Syamsuddin pada Muktamar ke-47 Muhammadiyah, di Makassar, Sulawesi Selatan.

Dalam pidato yang ia sebut sebagai "khotbah wada" atau perpisahan pada 3 Agustus 2015 itu, Din menyampaikan keinginan mendirikan pimpinan ranting di dekat kediamannya, di Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan, selepas menjabat pemimpin tertinggi persyarikatan itu.
Sebelum mengakhiri jabatan ketua umum sejak 2005, Din pada beberapa kesempatan berulang kali menyatakan tekadnya itu. Di muktamar 3-8 Agustus itu, Haedar Nashir yang terpilih menjadi ketua umum meminta Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta dan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Jakarta Selatan tak menghalangi langkah Din.
Kemarin, impian Din terwujud. Tepat pada 18 November 2015, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Jakarta Selatan mengukuhkan pembentukan Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Pondok Labu sekaligus susunan pengurusnya.
Mantan politikus Partai Golkar itu pun didaulat menjadi ketua pertamanya. "Alhamdulillah, ranting baru bisa didirikan di Pondok Labu," ucap syukur Din dalam sambutannya. Proses pelantikan berjalan sederhana tetapi penuh khidmat dan kehangatan.
Prosesi itu digelar tepat di pelataran jalan depan Masjid Al Bay'ah Pondok Labu. Lokasi itu dipilih karena dekat dengan tempat pendirian Aisyiyah Pondok Labu belasan tahun silam. Masjid itu juga akan menjadi sekretariat PRM Pondok Labu.
Tak ada kemewahan gedung megah, pendingin ruangan, maupun dekorasi berlebihan. Suasana bak hajatan warga kampung lebih terasa dalam pelantikan tersebut dengan tenda yang menaungi jalan umum dan kipas model blower.
Din mengaku tak merasa segan untuk turun menjadi motor gerakan Muhammadiyah dari level paling bawah. Menurut dia, ranting adalah lini organisasi paling penting karena berinteraksi langsung dengan jamaah.
Dengan turun ke ranting, ia juga berupaya menghayati teladan dari tokoh-tokoh Muhammadiyah terdahulu. "Di Muhammadiyah, jabatan itu hanya sarana berkhidmat untuk masyarakat. Maka, baik di ranting, di pusat, di mana saja, itu sama saja," ujarnya.
Dalam "ranting elite" Muhammadiyah itu, Din menggandeng sejumlah tokoh untuk menjadi penasihat, seperti mantan ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, dan mantan anggota Wantimpres Ryaas Rasyid.
Din berharap dakwah Muhammadiyah di Pondok Labu bisa bergerak maju. Ia menyebut, pihaknya ingin membangun amal usaha berupa lembaga pendidikan dan kesehatan yang berkualitas. "Siapa tahu bisa ada sekolah Muhammadiyah internasional dari sini," kata Din.
Pascamelepas kepemimpinan di Pimpinan Pusat Muhamamdiyah, Din masih memangku jabatan penting di tingkat internasional. Ia bahkan menjadi anggota Dewan Kepemimpinan di UN Sustainable Development Solution Network.
''Saya bisa menyediakan waktu. Dulu jadi ketum Muhammadiyah dan MUI tetap bisa mengendalikan meski dari jauh. Teknologi sudah canggih," kata Din soal jabatan yang disandangnya di Perserikatan Bangsa-Bangsa itu.
Sebagai salah satu anggota penasihat PRM Pondok Labu, Jimly memberi tausiyah yang ia sebut sebagai nasihat pertamanya untuk kepengurusan Din. Ia mengaku berusaha menyempatkan diri di tengah kesibukan untuk menyaksikan sebuah momen bersejarah.
"Ini pelajaran luar biasa. Artinya, kita bisa terus berkhidmat di posisi mana pun," ujar Jimly. Strategi dakwah dengan turun hingga ke level terbawah layak ditiru banyak pihak. "Dengan memanfaatkan tokoh-tokoh senior, bisa menarik masyarakat untuk berkembang.''
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, ranting adalah elemen penting untuk menumbuhkan dakwah komunitas. Ia mengatakan, untuk menjawab tantangan dakwah di wilayah perkotaan, Muhammadiyah perlu membentuk ranting-ranting kawasan.
Ia mencontohkan, di DKI Jakarta perlu ada ranting kawasan di bilangan elite seperti Sudirman dan Thamrin. "Mari kita gerakkan ranting sebagai ranting berkemajuan," katanya. Karena itu, ia mengapreasiasi langkah Din memimpin sebuah pimpinan ranting.
Menurut Haedar, ini contoh konkret bahwa tokoh Muhammadiyah tidak pernah mementingkan jabatan. "Yang penting adalah pengkhidmatan jihad fi sabilillah.''
Sebagai pionir
Kepengurusan PRM Pondok Labu dirancang menjadi pionir geliat Muhammadiyah di Kecamatan Cilandak karena belum ada kepengurusan tingkat cabang di wilayah itu. Namun, sebenarnya Muhammadiyah bukanlah wajah baru di Pondok Labu.
Lewat organisasi otonom Aisyiyah, kaum perempuan Muhammadiyah sudah lebih dulu menggemakan syiar dan dakwah di lingkungan masyarakat setempat. Berdiri pada 1994, Aisyiyah Pondok Labu berkembang pesat.
Berselang 11 tahun dari pendiriannya, Aisyiyah Pondok Labu berhasil mendirikan gedung yang menjadi sekretariat sekaligus pusat kegiatan amal usaha seperti taman kanak-kanak, santunan anak yatim, pelayanan kesehatan, dan kegiatan keagamaan.
Baru pada 2012 tercetus pemikiran untuk mendirikan ranting Muhammadiyah di Pondok Labu. Setelah melalui proses persiapan, tokoh dan warga Pondok Labu menyepakati 13 formatur PRM Pondok Labu di kediaman Din pada 25 Oktober 2015. ed: ferry kisihandi