Clock Magic Wand Quran Compass Menu

Keresahan Jenderal Hoegeng di Balik Kewajiban Memakai Helm

Jenderal Hoegeng mewajibkan pengendara motor memakai helm karena banyaknya kecelakaan

Rep: Umi Nur Fadhilah
Jenderal Polisi Hoegeng Imam Santoso
Tangkapan layar Youtube. Jenderal Polisi Hoegeng Imam Santoso

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya memerinci angka kecelakaan lalu lintas pada 2018 meningkat daripada tahun sebelumnya. Pada periode Januari hingga November 2018, tercatat sebanyak 5.400-an kecelakaan lalu lintas terjadi. Jumlah itu lebih besar daripada periode yang sama pada 2017, yakni sebanyak 5.140 kecelakaan.

Sponsored
Sponsored Ads

Kecelakaan lalu lintas tersebut juga menyebabkan kerugian materiil senilai lebih dari Rp 13 miliar. Jumlah itu jauh lebih kecil daripada tahun sebelumnya, yakni senilai lebih dari Rp 15 miliar.

Mengingat tingginya angka kecelakaan lalu lintas, aparat mewajibkan penggunaan pengaman bagi pengendara. Salah satu pengaman yang wajib digunakan adalah helm, bagi pengguna kendaraan roda dua.

Scroll untuk membaca

Sejarah kewajiban penggunaan helm dimulai sejak 1970-an. Tepatnya saat ramai-ramai peralihan para pengguna sepeda kayuh ke kendaraan bermotor.

Gagasan menggunakan helm dicetuskan Kapolri Jenderal Hoegeng Iman Santoso pada tahun yang sama. Gagasan itu dilatarbelakangi keprihatinan Hoegeng karena tingginya angka kecelakaan kendaraan bermotor roda dua.

Dalam buku Ensiklopedia Kapolri Jenderal Polisi Drs Hoegeng Iman Santoso yang diterbitkan Panitia Penulis Ensiklopedia Kapolri pada 2007, gagasan Hoegeng tentang penggunaan helm mendapat tentangan dari masyarakat saat itu. Bahkan, gagasan kewajiban pemakaian helm dinilai kontroversial. Namun, gagasan Hoegeng mendapat dukungan dari Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, Menteri Kehakiman Oemar Senoadji, dan Menteri Perhubungan Frans Seda.

Di Jakarta, banyak kasus kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor, baik yang mengendarai maupun membonceng. Atas permasalahan itu, Jenderal Hoegeng mengeluarkan maklumat pada 2 Agustus 1971, yakni, pertama para pengendara sepeda motor mengenakan topi helm. Kedua, penumpang yang membonceng harus duduk mengangkang. Pelanggar maklumat tersebut akan diambil tindakan kepolisian menurut Pasal 35 ayat 2, junto Pasal 36 UU Nomor 3 Tahun 1965 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya.

Sejak dikeluarkannya peraturan tersebut, para pedagang mulai memanfaatkan kesempatan itu untuk meraup untung. Di Pasar Glodok Jakarta, harga helm dipatok senilai lebih dari Rp 4.000. Padahal, sebelum ada pengumuman yang mulai berlaku pada November di tahun yang sama itu, harga helm senilai Rp 1.250. Jenderal Hoegeng menjelaskan keharusan pengendara motor menggunakan topi pengaman (helm) untuk kepentingan masyarakat dalam menghindari kecelakaan lalu lintas.

Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengisahkan penggunaan helm sudah dilakukan sejak zaman Belanda. Namun, penggunanya sebatas aparat kemananan saja. Di Indonesia sendiri, penggunaan helm mulai dikampanyekan oleh Kapolri Hoegeng pada 1970-an. Dia mengatakan Hoegeng ingin pengguna sepeda motor terlindung dari benturan di kepala.

“Hoegeng yang merencanakan bagaimana menggunakan helm. Itu tak mudah,” kata dia kepada Republika.co.id, Senin (21/1).

Berita Terkait

Berita Terkait

Rekomendasi

Republika TV

>

Terpopuler

>