Sabtu 30 May 2020 14:44 WIB

'Teror Diskusi UGM Tak Sejalan Prinsip Kebebasan Akademik'

UII secara institusi mengutuk teror dalam kebebasan akademik.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan, Wahyu Suryana/ Red: Agus raharjo
Mantan Wakil meteri Hukum dan HAM Denny Indrayana memaparkan pandangannya saat menjadi narasumber dalam diskusi publik di Jakarta,Selasa (31/7).
Foto: Republika/Prayogi
Mantan Wakil meteri Hukum dan HAM Denny Indrayana memaparkan pandangannya saat menjadi narasumber dalam diskusi publik di Jakarta,Selasa (31/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mantan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada (UGM) Denny Indrayana menyayangkan dibatalkannya diskusi mahasiswa UGM terkait topik pemakzulan Presiden. Bahkan, ia menyayangkan adanya teror yang dilakukan pada pembicara dan panitia terkait diskusi itu.

“Ini tentu tidak sejalan dengan prinsip kebebasan berbicara dan kebebasan akademik yang seharusnya kita sama-sama jaga di kampus,” ujar dia ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Sabtu (30/5).

Baca Juga

Menurut Denny, seharusnya, hal tersebut bisa dihormati dan dijunjung di Indonesia sebagai negara yang menjunjung hukum. Sikap kritis para mahasiswa UGM, kata dia, sebaiknya perlu didorong dengan diberikan ruang agar bisa memiliki perhatian dan empati atas persoalan bangsa.

Kepada Republika.co.id, mantan wakil menteri Hukum dan HAM ini menuturkan, diskusi bertajuk "Meneruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau Dari Sistem Ketatanegaraan" sebenarnya tak memiliki agenda politik. Sebaliknya, diskusi itu disebutnya hanya membicarakan bagaimana prosedur pemakzulan. “Tidak lebih dan tidak kurang,” kata Denny Indrayana.

Dia mengaku, mengetahui agenda tersebut dan mengenalnya. Bahkan, sebagai akademisi, dia juga mendukung dan mempelajari konstitusional law society. Adanya kejadian intimidasi dan teror terhadap pembicara dan panitia diskusi menurutnya, sangat menyayangkannya. Denny berharap agar kejadian serupa tak terjadi kembali.

“Ke depan, larangan diskusi semacam ini seharusnya dihindari, karena bagaimanapun ini hal khusuus. Terlebih penyelenggaranya juga mahasiswa,” tegasnya.

Kecaman terhadap teror yang terjadi pada pembicara juga disuarakan Universitas Islam Indonesia (UII). Sebab, salah satu dosen tata negara Fakultas Hukum UII, Prof Dr Ni'matul Huda SH MHum disebut mendapat teror sejak Kamis (27/5) malam dari orang tak dikenal. Ni'matul Huda sedianya akan memberikan materi dalam diskusi tersebut.

Tetapi, yang bersangkutan menerima teror dengan didatangi sekelompok orang ke rumahnya dengan cara menggedor pintu dari Kamis malam hingga Jumat (29/5) pagi. Kejadian teror juga dialami panitia diskusi.

Rektor UII, Prof Fathul Wahid, mengutuk keras tindakan intimidasi yang dilakukan oknum tertentu terhadap panitia dan narasumber. Ia meminta aparat penegak hukum memproses, menyelidiki dan melakukan tindakan hukum terhadap oknum pelaku tindakan intimidasi dengan tegas dan adil.

"Meminta aparat penegak hukum untuk memberikan perlindungan terhadap panitia penyelenggara dan narasumber, serta keluarga mereka dari tindakan intimidasi lanjutan dalam segala bentuknya, termasuk ancaman pembunuhan," kata Fathul di Ruang Sidang UII, Sabtu (30/5).

Fathul turut meminta Komnas HAM melindungi segenap dan seluruh tumpah darah Indonesia. Serta, meminta Presiden RI, dalam hal ini Mendikbud, memastikan terselenggaranya kebebasan akademik demi menjamin Indonesia tetap dalam rel demokrasi.

Rektor UII juga menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tetap menggunakan hak dan kebebasan berekspresi untuk mengemukakan pendapat di muka umum. "Sepanjang sesuai koridor peraturan perundang-undangan demi menjaga proses demokratisasi tetap berjalan dalam relnya," ujar Fathul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement