Rabu 03 Jun 2020 08:35 WIB

Alquran Sebut Umat Islam Selaras dan Seimbang, Ini Tandanya

Alquran menegaskan umat Islam sebagai umat yang selaras dan seimbang.

Alquran menegaskan umat Islam sebagai umat yang selaras dan seimbang. Ilustrasi umat Islam.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Alquran menegaskan umat Islam sebagai umat yang selaras dan seimbang. Ilustrasi umat Islam.

REPUBLIKA.CO.ID, Allah telah menyatakan peran yang harus dimainkan Islam, yaitu sebagai ummatan wasathan (umat yang serasi dan seimbang), adalah menjadi saksi atas kebenaran dan keagungan ajaran Allah. Hal itu dengan jelas terdapat dalam QS Al-Baqarah ayat 143: 

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَٰكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا۟ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ

Baca Juga

"Wa kadzalika ja'alnaakum ummatan washatan litakuunu syuhadaa'a 'alannasi wayakuna ar-rasulu 'alaikum syahiidan", artinya: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”

Penegasan Allah bahwa umat Islam harus menjadi ummatan wasathan selayaknya mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dari kita semua. Terutama di saat menghadapi perubahan yang sangat cepat akibat dari kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan, dan besarnya gelombang globalisasi. Di saat bangsa Indonesia tengah menikmati keberhasilan pembangunan, merupakan sebuah kewajaran bila muncul tuntutan terhadap kebebasan. Bahkan, sebagian masyarakat menuntut kebebasan yang hampir tanpa batas.

Menurut ajaran Islam, sesungguhnya kebebasan itu bukan ditujukan untuk kebebasan sendiri. Kebebasan haruslah dimanfaatkan untuk menciptakan kemashalatan bersama. Oleh karenanya, kita perlu terus menerus merenungkan apa makna kebebasan itu.

Kita juga perlu menyadari, bahwa sekalipun kebebasan itu menjadi hak bagi setiap orang, tetapi kebebasan kita pasti juga terbatasi oleh hak orang lain untuk menikmati kebebasan yang sama. Oleh karenaya, di dunia ini tidak akan ada kebebasan mutlak.

Ciri ummatan wasathan yang pertama adalah adanya hak kebebasan yang harus selalu diimbangi dengan kewajiban. Kecerdasan kita untuk menyeimbangkan antara hak dan kewajiban, akan sangat menentukan terwujudnya ummatan wasathan, yaitu umat yang sadar akan hak dan kewajibannya secara seimbang. 

Dalam konteks itulah, Allah menyatakan bahwa barang siapa yang diberikan hikmah oleh Allah sehingga mampu bersikap seimbang, sesungguhnya ia telah diberikan kebajikan yang banyak. QS Al-Baqarah ayat 269 menerangkan hal tersebut: 

  وَمَن يُؤْتَ ٱلْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِىَ خَيْرًا كَثِيرًا ۗ

"Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak."

Ciri kedua dari ummatan washatan adalah adanya keseimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi, serta material dan spiritual. Sejarah perkembangan peradaban manusia memberikan pelajaran yang sangat berharga, bahwa kegagalan dalam mencapai keseimbangan akan mengakibatkan malapetaka. 

Seringkali, ketika mereka telah mencapai kemajuan material, yang terjadi ialah kerusakan akhlak, keserakahan, dan kegelisahan nurani. Akibatnya, kemajuan yang mereka capai hanya kemajuan yang semu, karena ia tidak membuat manusia menikmati kebahagiaannya yang hakiki.

Sebaliknya, masyarakat atau bangsa yang terlena dalam spiritualisme dan melupakan fungsinya sebagai khalifatullah fil ardhi (wakil Tuhan atau penguasa di bumi), maka mereka akan selalu terbelakang dan menjadi obyek permainan orang lain. 

Jika umat Islam tidak menguasai alat yang diperlukan untuk membangun dunia, mereka tidak akan menjadi syuhada'a 'alannasi atau memiliki andil yang berarti dalam pembangunan peradaban manusia. Maka, keseimbangan antara materi dan spirit menjadi syarat mutlak bagi terwujudnya ummatan wasathan.

Selanjutnya, ciri ketiga dari ummatan wasathan adalah keseimbangan yang terwujud pada pentingnya kemampuan akal dan moral. Kemampuan akal manusia tercermin dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi hanya akan mampu menyelesaikan sebagian persoalan manusia, jadi bukan keseluruhannya. 

Jika ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai produk kecerdasan akal berada di tangan orang-orang yang tidak memiliki moral yang luhur, juga bisa menimbulkan malapetaka. Hal itu secara tegas dinyatakan Allah dalam QS ar-Rum ayat 41: ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ

"...telah tampak kerusakan di bumi dan di laut, karena disebabkan oleh ulah tangan manusia."

Sebaliknya, moralitas yang tinggi tanpa diimbangi oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, hanya akan menghasilkan bangsa dan masyarakat kelas budak yang tidak akan pernah tampil memimpin dunia. Oleh karena itu, sangat tepat untuk disadari bahwa kemajuan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) harus bergerak bersama-sama secara seimbang dengan kemajuan imtak (iman dan takwa). 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement