Ahad 07 Jun 2020 05:27 WIB

Partai Bulan Bintang: PKI Bukan Korban tapi Aktor Utama

Partai Bulan Bintang menegaskan kekeliruan klaim PKI sebagai korban.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan / Red: Nashih Nashrullah
Lambang Partai Bulan Bintang
Foto: sabar sitanggang
Lambang Partai Bulan Bintang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua DPP Partai Bulan Bintang (PBB) Randy Bagasyudha, dan Ketua Departemen Kajian Strategis PBB Ahmad Pratomo, menyatakan sikap PBB terkait perubahan konten sejarah G30S PKI di Wikipedia. Dalam pernyataanya, mereka menuntut agar pihak Wikipedia untuk melakukan perubahan kontentersebut dengan komprehensif dan objektif. 

“PKI adalah aktor utama gerakan 30 September dan pemberontakan-pemberontakan lain sebelum 1965 yang menelan ribuan korban jiwa,” ujarnya dalam pernyataan resmi PBB yang diterima Republika.co.id, Sabtu (6/6). 

Baca Juga

Oleh sebab itu, PBB menilai tulisan yang sempat dimuat di Wikipedia terkait itu tidak tepat. Dalam pernyataanya, PBB menyatakan ada setidaknya 10 poin terkait hal tersebut, yaitu: 

1. PKI adalah aktor utama dalam keterlibatannya pada Peristiwa G30S. Fakta keterlibatan PKI dalam G30S tidak serta merta berdiri sendiri, tapi harus dilihat secara holistik. Ini terlihat dari pidato tokoh-tokoh PKI dan tulisan-tulisan dalam corong berita yang terafiliasi dengan PKI seperti Harian Rakjat dan Warta Bhakti (14 Januari, 5 Juli, dan 25 September 1965) yang berisi hasutan dan fitnahan sebelum peristiwa berdarah G30S dimulai. 

2. Lawan PKI yang dianggap paling berbahaya secara ideologi adalah tentara dan ulama. Untuk melemahkan tentara, PKI melakukan infiltrasi ke dalam tubuh tentara. Sejumlah anggota dibina sehingga mereka mengikuti atau minimal mereka tidak mempertentangkan ideologi komunis.  

3. Untuk mengimbangi Saptamarga, PKI mengumandangkan semboyan “Politik adalah panglima”. Mereka menuntut Nasakomisasi tentara. Angkatan yang paling parah mendapat serangan adalah Angkatan Darat. Untuk menghalau gerakan pembinaan PKI tersebut, TNI AD melakukan pembinaan teritorial untuk menghalangi PKI menguasai masyarakat pedesaan. Peristiwa Bandar Betsy dan peristiwa Jengkol adalah contoh-contoh dari usaha PKI untuk mematahkan pembinaan teritorial tersebut. Anggota-anggota Koramil atau Babinsa diejek sebagai “setan desa”. Istilah “setan kota” diberikan kepada anggota-anggota tentara yang duduk dalam perusahaan-perusahaan negara dan dalam lembaga-lembaga pemerintahan. 

4. Pada masa Dwikora dan Trikora, PKI memanfaatkan situasi itu dengan menuntut supaya pemerintah mempersenjatai buruh dan tani. Tuntutan itu dihubungkan dengan isu yang mereka buat sendiri bahwa ada negara asing akan menyerang RI.  

photo
Lambang PKI dan Kantor Pemuda Rakyat di serbu masa seisai peristiwa G30SPKI. Komunisme berserta ajaran Marxisme dan Lenimisme kemudian di larang di Indoneisa.. - (Iphos)

5. Atas saran Zhou En Lai, pemimpin Republik Rakyat Cina (RRC), presiden Sukarno melontarkan gagasan agar para sukarelawan yang berjumlah 21 juta dijadikan angkatan kelima, di samping tentara. Gagasan itu dieksploitasi PKI, sehingga memunculkan pro dan kontra di kalangan tentara. 

6. Dalam Angkatan Darat, terdapat dewan yang bertugas menilai kenaikan pangkat para perwira tinggi. Dewan itu diisukan sebagai “Dewan Jenderal” yang bertugas menilai kebijaksanaan politik presiden. Diisukan pula bahwa “Dewan Jenderal” akan mengkudeta Presiden Sukarno. Untuk menentang rencana isu “kudeta” itu, PKI membentuk kesatuan yang terdiri dari perwira-perwira yang telah berhasil dibina PKI

7. Dini hari tanggal 1 Oktober 1965, PKI melakukan usaha perebutan kekuasaan negara. Gerakan itu mereka namakan “Gerakan 30 September” yang dipimpin Sjam Kamaruzaman, Ketua Biro Khusus PKI. 

photo
Petugas TNI membersihkan kawasan Monumen Pancasila Sakti, di Lubang Buaya, Jakarta Timur, Senin (30/9/2019). - (Republika)

8. Pagi hari itu, pasukan G30S menculik dan membunuh Jenderal TNI A. Yani, Deputi II dan Deputi III Men/Pangad masing-masing Mayor Jenderal TNI Suprapto dan Mayor Jenderal TNI Haryono, Asisten I dan Asisten IV Men/Pangad masing-masing Mayor Jenderal TNI S. Parman dan Brigadir Jenderal TNI D.I. Pandjaitan, serta Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal TNI-AD Brigadir Jenderal TNI Sutoyo Siswomihardjo. Menko Hankam/Kasab Jenderal TNI A. H. Nasution yang juga direncanakan untuk diculik dan dibunuh, berhasil meloloskan diri, tapi ajudannya Letnan Satu Pierre Tendean diculik dan kemudian dibunuh. 

9. Melalui RRI yang sudah dikuasai tentara yang telah dibina PKI, mengatakan gerakan itu adalah semata-mata gerakan dalam Angkatan Darat yang dilakukan oleh sekelompok perwira yang berpikiran maju yang menentang rencana kudeta Dewan Jenderal. Pada siang hari, gerakan sekelompok perwira tersebut mulai menampakkan wajah aslinya. Mereka mengumumkan terbentuknya Dewan Revolusi yang merupakan kekuasaan tertinggi di dalam negara yang dipimpin empat orang perwira TNI yang diketahui belakangan ialah terafiliasi PKI, yaitu Letkol. Untung (AD-Resimen Cakrabirawa), Kol Sunardi (AL), Letkol Heru (AU), Letkol. Anwas (polisi). Dengan diumumkannya Dewan Revolusi tersebut maka kabinet yang ada pada waktu didemisionerkan.   

10. Di Jawa Tengah, terjadi pula kudeta. Siang hari tanggal 1 Oktober 1965 di Semarang, Kol. Sahirman mengumumkan berdirinya Dewan Revolusi yang dipimpinnya sendiri, sedangkan Kol. Usman Saatrodibroto mengambilalih pimpinan Kodan VII/ Diponegoro dari tangan Brigadir Jenderal TNI Suryosumpeno.

Di Surakarta, Utomo Ramelan mengumumkan pula tentang pembentukan Dewan Revolusi, dan di Yogyakarta dilakukan oleh Mayor Mulyono. Di Jawa Tengah, PKI juga melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap perwira AD yang mereka anggap tidak bersimpati pada PKI. Korbannya adalah Kol. Katamso dan Letkol. Sugiyono, Komandan dan Kepalda Staf Resort Militer 072.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement