Kamis 16 Jul 2020 23:06 WIB

Apa Jadinya Jika Corona tak Pernah Ada

Penanganan pandemi corona menjadi kunci untuk keseimbangan bumi di masa depan.

Pemakaman jenazah pasien positif COVID-19 (ilustrasi)
Foto: Antara/Ampelsa
Pemakaman jenazah pasien positif COVID-19 (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dwi Murdaningsih*

Kasus Covid-19 di Indonesia semakin meluas. Yang membuat semua ini terdengar lebih menakutkan adalah bahwa banyak ahli mengatakan Indonesia bahkan belum selesai dengan gelombang pertama covid-19.

Saat ini, sudah empat bulan lebih dari kasus positif covid-19 pertama terkonfirmasi di Indonesia. Kapankah semua ini berakhir? Tak ada yang tahu.

Jika melihat tren yang semakin meningkat barangkali kita harus bersiap dengan berbagai kemungkinan bahwa bisa jadi pandemi ini masih akan lama berakhirnya.

Saya pun membayangkan, bagaimana jika virus corona ini tidak pernah ada? Bagaimana jika semua virus angkat kaki dari Bumi ini?

Ahli virus di Universitas Otonomi Nasional Meksiko, Susana Lopez Charretón  mengatakan virus memainkan peran integral dalam menopang ekosistem.

“Kita hidup dalam keseimbangan sempurna. Dan virus adalah bagian dari itu, saya pikir kita akan ‘selesai’ jika tidak ada virus,” ujar dia, dalam sebuah artikel yang dikutip dari BBC.

Dia tidak membicarakan virus corona secara spesifik. Dia berbicara secara umum. Saya pun mengamininya.

Bicara mengenai corona, keberadaan virus ini barangkali untuk memberikan keseimbangan bagi kehidupan kita.

Selama ini mungkin ada hal yang tak seimbang dengan bumi atau dengan kehidupan manusia. Mungkin bumi sudah terlalu banyak dieksploitasi demi kehidupan manusia, tapi manusia lupa menjaga Bumi.

Eksploitasi berlebihan menyebabkan banyak hal. Salah satunya suhu bumi yang meningkat serta perubahan iklim. Para peneliti di Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mengatakan bahwa suhu tahunan rata-rata Bumi lebih tinggi lebih dari 1 derajat celcius lebih tinggi dari pada tahun 1850-an. Ini adalah bukan kabar yang baik bagi Bumi kita.

Covid-19 telah menyebabkan krisis kesehatan dan ekonomi internasional yang parah, namun krisis yang ditimbulkan dari perubahan iklim bisa lebih parah. Sebagai catatan, IMF mengantisipasi total kerugian hingga 12 triliun dolar ( setara Rp 180 kuadriliun) hingga akhir tahun 2021 karena corona. Sebuah angka yang besar sekali,

Namun, kegagalan  untuk mengatasi perubahan iklim dapat mengancam kesejahteraan manusia, ekosistem dan ekonomi selama berabad-abad. Perubahan iklim akan mengganggu produksi pangan dan memicu berbagai bencana alam. Dampak kerugiannya juga besar sekali.

IMF pun mendesak agar solusi penanganan corona juga bisa dilakukan secara berkelanjutan. Kita sudah rugi besar, jangan sampai usaha kita untuk bangkit dari kerugian saat ini akan berdampak pada kerugian yang lebih besar lagi di masa depan.

Dalam sebuah studi lain, Program lingkungan PBB UNEP mengingatkan ancaman penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia (dan berpotensi pandemi) meningkat di masa depan jika manusia tidak menjaga keseimbangan alam.

Bahasa sederhananya, di masa depan, jika alam kita semakin rusak penyakit seperti covid-19 akan lebih sering terjadi di masa depan. Apa korelasinya?

Jika alam rusak akan menyebabkan terganggunya dunia satwa. Jika dunia binatang terganggu ini akan mempengaruhi cara interaksi manusia dan hewan. Perubahan interaksi ini menjadikan penularan penyakit menjadi lebih besar.

Sebagai informasi, berdasarkan data PBB UNEP selama dua dekade terakhir penyakit zoonosis menyebabkan kerusakan ekonomi 100 miliar dolar AS (Rp 1.450 triliun). Catatan ini tidak menyertakan kerugian dari penyakit covid-19.

Laporan ini memberikan rekomendasi strategi pemerintah tentang bagaimana mencegah wabah. Untuk mencegah wabah di masa depan, kita harus menjadi lebih berhati-hati dalam melindungi lingkungan alam kita. Secara konkret, PBB memberikan rekomendasi untuk perlunya memberikan insentif pengelolaan lahan berkelanjutan, dan meningkatkan keanekaragaman hayati.
 
Semoga Indonesia memiliki solusi yang pas untuk menangani corona dan juga perubahan iklim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement