Kamis 23 Jul 2020 17:12 WIB

Jawaban Singkat Khofifah Soal Pemakzulan Bupati Jember

DPRD Jember sepakat untuk mengusulkan pemberhentian Faida sebagai bupati Jember.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ratna Puspita
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa enggan mengomentari terlalu jauh terkait pemakzulan Bupati Jember Faida. Gubernur perempuan pertama di Jatim itu menyatakan, ia menunggu keputusan Mahkamah Agung (MA) atas proses hukum yang diajukan DPRD Jember tersebut. 

"Untuk Jember, kita tunggu bagaimana keputusan atau fatwa MA saja," kata Khofifah di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis (23/7). 

Baca Juga

Disinggung soal hasil evaluasi Inspektorat Jatim, Khofifah juga enggan berkomentar. Khofifah malah meminta menanyakan langsung kepada Kepala Inspektorat Pemerintah Provinsi Jawa Timur Helmy Perdana Putera. "Kalau inspektorat, langsung ke Pak Helmy saja," ujarnya. 

Ketua DPD PDIP Jatim Kusnadi juga enggan mengomentari terkait pemakzulan tersebut. Seperti diketahui, PDIP menjadi partai pengusung Faida pada Pilkada Jember. 

Kusnadi juga menyerahkan kasus pemakzulan Bupati Jember tersebut kepada Mahkamah Agung. "Ngomong Lumajang atau Surabaya saja lah, jangan Jember," ujarnya.

Seperti diketahui, DPRD Kabupaten Jember melalui fraksi-fraksinya sepakat untuk mengusulkan pemberhentian Faida sebagai bupati Jember dalam rapat paripurna hak menyatakan pendapat yang digelar di ruang sidang utama, Rabu (22/7). Rapat tersebut berlangsung selama empat jam sejak pukul 11.00 WIB hingga 15.00 WIB.

"Keberadaan bupati sudah tidak diinginkan oleh DPRD Jember selaku wakil rakyat," kata Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi usai rapat paripurna.

Menurutnya, hak menyatakan pendapat merupakan tindak lanjut dari dua hak yang sudah dilakukan oleh DPRD Jember, yakni hak interpelasi dan hak angket sesuai dengan aturan. Rekomendasi Dewan dalam dua hak tersebut diabaikan oleh Bupati Faida.

"Kami menganggap bupati telah melanggar sumpah jabatan, melanggar peraturan perundang-undangan, sehingga DPRD bersikap melalui hak menyatakan pendapat kompak bahwa bupati dimakzulkan," ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement