Senin 23 Nov 2020 00:05 WIB

Vaksin Covid-19 tidak Memberikan Kekebalan Seumur Hidup

Vaksin Covid-19 pemberiannya bisa dilakukan sekali dalam setahun.

Rep: Amri Amrullah / Red: Agus Yulianto
Ketua Tim Konsultasi Gugus Tugas Percepatan Pengendalian Penyakit Covid-19 Sulawesi Selatan (Sulsel), Ridwan Amiruddin.
Foto: Antara
Ketua Tim Konsultasi Gugus Tugas Percepatan Pengendalian Penyakit Covid-19 Sulawesi Selatan (Sulsel), Ridwan Amiruddin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemampuan memberikan kekebalan vaksin Covid-19 dinilai berbeda dengan vaksin virus lain yang mampu bertahan seumur hidup seperti vaksin Campak. Vaksin Covid-19 pemberiannya bisa dilakukan sekali dalam setahun, karena tergantung dari paparan virus dan imunitas sesorang serta bagaimana seseoranh menjaga antibodinya.

Ketua Umum PERSAKMI, Prof. Ridwan Amiruddin mengungkapkan, prinsip dasar pemberian vaksin covid ini berbeda dengan campak, yang hanya divaksin sekali atau dua kali kali seumur hidup. karena vaksin ini tidak memberikan imunitas selamanya, namun selama imunitas kita kuat maka akan bertahan.

"Sama seperti vaksin influensa. Jadi semakin abai kita dengan imunitas kita, semakin habis imun kita. Karena itu harus di booster. Karena itu dibeberapa negara setiap tahun direkomendasikan melakukan vaksinasi influensa, ada kemungkinan Covid-19 seperti itu, karena dia tidak memberikan imunitas seperti campak," katanya dalam Webinar Mengawal Vaksin Covid-19 di Indonesia, Ahad (22/11).

Dia menjelaskan, soal kecurigaan pihak-pihak terkait keamanan vaksi Covid-19 memang harus dijernihkan di masyarakat. Karena beberapa orang masih terpengaruh pemikiran lama yang anti vaksin, jadi ini harus didekati oleh pemerintah kelompok kelompok ini. karena ini akan menjadi penghambat program vaksinasi untuk pengurangan Covid-19 di tanah air.

Dimana pemerintah telah menargetkan 160 juga orang harus mendapatkan vaksin dari total populasi 270 juta orang Indonesia. Ridwan juga menegaskan pemberian vaksin harus dilakukan dalam waktu yang hampir bersamaan. "Jangan sampai ada jeda waktu pemberian vaksin dari satu wilayah dengan wilayah lain di Indonesia," katanya.

Karena itu, dia berharap, kelompok-kelompok yang anti vaksin ini bisa didekati dan diberi pemahaman akan pentingnya vaksinasi vaksin Covid ini. Dan bila vaksin sudah didapat, dia memegaskan, efektivitas dan keamanan vaksin juga harus dipastikan oleh pemerintah, termasuk kehalalannya.

"Jangan ada informasi yang ditutup tutupi di masyarakat," tegasnya.

Sampai saat ini, ungkap dia, studi sudah menyebutkan ada angka keberhasilan vaksin Covid-19 yang tinggi sudah di angka lebih dari 94-95 persen. Beberaa riset pegembangan vaksin seperti Moderna 95 persen dan Pfizer 90 persen.

"Pertanyaannya siapa yang prioritas mendapatkan vaksin. Pertama, tentu kelompok tim tenaga kesehatan, kedua kelompok pasien rentan dan komorbit. Sedangkan penyintas dan penderita Covid-19 mereka tetap mendapatkan vaksin," jelasnya.

Tim Peneliti Vaksin University of Oxford, Indra Rudiansyah mengatakan respon imun yang dihasilkan secara natural tidak sebaik yang dihasilkan dari vaksinasi. Contoh kasus pada virus Human Papiloma, ternyata respon imun yang dihasilkan secara alami tidak sebaik dengan yang dihasilkan dari vaksinasi.

Dia menungkapkan, sampai saat ini ada sembilan pengembangan vaksin Covid-19 di seluruh dunia yang sudah memasuki uji klinis fase 3. Dengan menggunakan berbagai platform yang berbeda, dimana 2 menggunakan platform RNA, kemudian 4 menggunakan platform parafektor dan 3 dari Cina menggunakan platform virus inactivated.

Sejauh ini baru Moderna dan Biontech/Pfizer yang mendeklarasikan data intrim aplikasinya. Namun masih belum mempublikasikan data ilmiahnya dari implikasi vaksin tersebut. Sedangkan dari Sinovac dan Sinopharm sudah mempublikasikan data ilmiahnya yang menjelaskan, vaksin Covid-19 yang mereka kembangkan sudah aman.

Vaksin dari Moderna memberikan 95 proteksi sedangkan Pfizer memberikan proteksi 94 persen proteksi terhadap populasi di atas 65 tahun. Kedua vaksin ini sama menggunakan platform RNA.

"Vaksin dari sinovac itu menggunakan virus yang sudah dilemahkan sehingga tidak bisa lagi menginfeksi tubuh manusia. Sedangkan Vaksin merah putih menggunakan sub unit virus yakni hanya protein spike virus yang diproduksi digunakan untuk memvaksinasi manusia," paparnya.

Untuk vaksin Covid-19 yang diproduksi Oxford, menggunakan adenovirus hampir sama seperti virus yang sudah dilemahkan dan sudah dimodifikasi secara genetik sehingga tidak berbahaya dan bisa digunakan untuk mengantarkan vaksin.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement