Jumat 05 Feb 2021 21:32 WIB

Polisi Myanmar Mulai Tangkapi Demonstran

Guru-guru di Myanmar mengikuti aksi pembangkangan.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Guru dari Universitas Pendidikan Yangon memegang tanda bertuliskan Guru Myanmar Pembangkangan Sipil Jumat, 5 Februari 2021 di Yangon, Myanmar. Seorang anggota senior partai berkuasa Myanmar yang digulingkan telah menjadi politisi terkemuka terbaru yang ditangkap ketika pemerintah militer baru negara itu terus menghadapi perlawanan terhadap perebutan kekuasaannya.
Foto: AP
Guru dari Universitas Pendidikan Yangon memegang tanda bertuliskan Guru Myanmar Pembangkangan Sipil Jumat, 5 Februari 2021 di Yangon, Myanmar. Seorang anggota senior partai berkuasa Myanmar yang digulingkan telah menjadi politisi terkemuka terbaru yang ditangkap ketika pemerintah militer baru negara itu terus menghadapi perlawanan terhadap perebutan kekuasaannya.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Polisi mulai menangkap demonstran yang menentang kudeta yang dilakukan militer.  Polisi menahan pembantu veteran Aung San Suu Kyi dan puluhan orang yang telah bergabung dalam demonstrasi menentang kudeta pada Senin (1/2).

Di kota terbesar, Yangon, para pendukung menggantung pakaian merah, pita, dan balon di luar rumah mereka untuk menunjukkan dukungan. “Kami meletakkan balon merah di seluruh jalan,” kata Myint Myint Aye.

Baca Juga

“Ini adalah kampanye tanpa kekerasan. Kami ingin menunjukkan kepada para diktator bahwa kami semua bersama Ibu Suu," ujar warga Myanmar ini menunjukan dukungan pada Aung San Suu Kyi yang ditangkap sejak kudeta dimulai.

Atas berkembang protes anti-kudeta, pihak berwenang juga mulai meningkatkan tindakan. Di kota kedua Myanmar, Mandalay, 30 orang ditangkap karena protes keras yang telah berlangsung selama tiga malam terakhir.

Eleven Media mengutip wakil kepala kepolisian daerah, Maung Maung Aye, mengatakan bahwa mereka dituduh melanggar undang-undang. Orang yang ditangkap menyebabkan keributan di jalan-jalan umum.

Win Htein (79 tahun) pendukung Suu Kyi yang telah berulang kali dipenjara selama puluhan tahun berjuang melawan junta sebelumnya mengaku tak takut.

"Saya tidak pernah takut pada mereka karena saya tidak melakukan kesalahan apa pun sepanjang hidup saya," kata Htein.

Tidak ada orang yang turun ke jalan di negara dengan sejarah berdarah penumpasan protes. Namun, ada tanda-tanda penentang kudeta diawali oleh sekelompok dokter dan tenaga kesehatan yang menilai kudeta menghambat penanganan Covid-19.

Penolakan itu akhirnya  menyebar ke beberapa kantor pemerintah. Guru menjadi kelompok terbaru yang bergabung dalam kampanye pembangkangan sipil pada Jumat (5/2). Beberapa dosen menolak untuk mengajar atau bekerja sama dengan pihak berwenang atas kudeta yang menghentikan transisi panjang dan tidak stabil menuju demokrasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement