Rabu 10 Feb 2021 16:46 WIB

BI Tambah Likuiditas Perbankan Rp 14,16 Triliun

Bank Indonesia telah memangkas suku bunga acuan sebanyak lima kali sejak pandemi.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo
Foto: BI
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mencatatkan penambahan likuiditas perbankan sebesar Rp 14,16 triliun per 4 Februari 2021. Adapun penambahan ini sebagai langkah ekspansi operasi moneter. 

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, pihaknya berupaya menempuh kebijakan suku bunga rendah dan likuiditas longgar hingga terdapat indikasi tekanan inflasi akan meningkat. Sepanjang 2020, Bank Indonesia telah melakukan quantitative easing (QE) sebesar Rp 740,7 triliun atau sekitar 4,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). 

Baca Juga

“QE merupakah salah satu yang terbesar di antara negara emerging markets. Pada 2020 BI telah menambah likuiditas (QE) perbankan sekitar Rp 726,57 triliun,” ujarnya kepada wartawan, Rabu (10/2).

Perry merincikan, quantitative easing yang dilakukan perbankan bersumber dari penurunan giro wajib minimum (GWM) sebesar Rp 155 triliun dan ekspansi moneter sekitar Rp 555,77 triliun. Longgarnya likuiditas perbankan mendorong tingginya rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) sebesar 31,67 persen pada Desember 2020 dan rendahnya suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) overnight, sekitar 3,04 persen pada Desember 2020.

Di samping itu, Bank Indonesia juga telah memangkas suku bunga acuan sebanyak lima kali sebesar 125 basis poin menjadi 3,75 persen sejak pandemi Covid-19. Adapun suku bunga acuan ini terendah sejak 2013.

“Ke depan, ekspansi moneter BI dan percepatan realisasi anggaran serta program restrukturisasi kredit perbankan diharapkan dapat mendorong penyaluran kredit dan pembiayaan bagi pemulihan ekonomi nasional,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement