Jumat 06 Aug 2021 20:06 WIB

Obat Kolesterol Kurangi Infeksi Covid-19 Hingga 70 Persen

Studi baru sebut obat kolesterol mampu kurangi infeksi Covid-19 hingga 70 persen.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Nora Azizah
Studi baru sebut obat kolesterol mampu kurangi infeksi Covid-19 hingga 70 persen.
Foto: www.freepik.com
Studi baru sebut obat kolesterol mampu kurangi infeksi Covid-19 hingga 70 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi baru mengeklaim bahwa obat oral untuk mengobati kadar kolesterol tinggi dapat mengurangi infeksi virus corona hingga 70 persen. Sebuah tim yang dipimpin Inggris mengatakan tes laboratoriumnya menunjukkan bahwa obat fenofibrate, dan bentuk aktifnya asam fenofibrate dapat secara signifikan mengurangi infeksi Covid-19 dalam sel manusia.

Peneliti juga menyebut hasil tes itu menunjukkan bahwa obat tersebut efektif terhadap varian baru, termasuk Alfa, Beta, Delta. Tim itu sedang menyerukan untuk uji klinis pada pasien virus corona di rumah sakit Inggris, di samping uji coba sedang dilakukan tim di Philadelphia di AS dan Yerusalem.

Baca Juga

Fenofibrate sudah dilisensikan digunakan di Inggris untuk mengobati kadar kolesterol dan zat lemak (lipid) yang tinggi dalam darah. Tim peneliti dipimpin oleh University of Birmingham dan Keele University di Inggris, dan San Raffaele Scientific Institute dari Italia. Mereka menguji sejumlah obat, termasuk fenofibrate, untuk mengetahui apakah ada di antaranya yang mengganggu proses infeksi Covid-19.

Setelah terbukti menjanjikan, para peneliti menguji kemanjuran fenofibrate dalam mengurangi infeksi pada sel manusia di laboratorium, menggunakan galur asli virus SARS-CoV-2 yang diisolasi pada 2020. Mereka menemukan bahwa fenofibrate mengurangi infeksi hingga 70 persen. Data tambahan yang tidak dipublikasikan juga menunjukkan obat tersebut sama efektifnya terhadap varian Covid-19 yang lebih baru.

“Pengembangan varian SARS-CoV-2 baru yang lebih menular telah menghasilkan ekspansi yang cepat dalam tingkat infeksi dan kematian di beberapa negara di seluruh dunia, terutama Inggris, AS, dan Eropa,” kata penulis koresponden dari University of Birmingham, dr Farhat Khanim dilansir Mirror.co.uk, Jumat (6/8).

Sementara program vaksin diharapkan akan mengurangi tingkat infeksi dan penyebaran virus dalam jangka panjang, Khanim mengatakan masih ada kebutuhan mendesak untuk obat yang bisa mengobati pasien positif SARS-CoV-2. Penulis koresponden dari Keele University, dr. Alan Richardson mengatakan ketika di beberapa negara program vaksinasi berkembang dengan cepat, tetapi tingkat pengambilan vaksin bervariasi. Untuk sebagian besar negara berpenghasilan menengah-rendah, menurut dia, proporsi populasi yang signifikan tidak mungkin divaksinasi sampai 2022.

"Sementara vaksinasi telah terbukti mengurangi tingkat infeksi dan tingkat keparahan penyakit, kami masih belum yakin dengan kekuatan dan durasi respons. Terapi masih sangat dibutuhkan untuk menangani pasien Covid-19 yang mengalami gejala atau memerlukan rawat inap,” ujar Richardson.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement