Selasa 02 Aug 2022 23:35 WIB

BSN: Jumlah UMKM Bersertifikat SNI di Bawah 1 Persen

BSN menyebut UMKM bersertifikat SNI minim karena kurangnya kantor layanan BSN

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
UMKM (ilustrasi)Jumlah pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang mengantongi sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) masih sangat minim. Negara pun diminta melakukan jemput bola agar semakin banyak UMKM yang mengantongi SNI.
Foto: UGM
UMKM (ilustrasi)Jumlah pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang mengantongi sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) masih sangat minim. Negara pun diminta melakukan jemput bola agar semakin banyak UMKM yang mengantongi SNI.

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Jumlah pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang mengantongi sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) masih sangat minim. Negara pun diminta melakukan jemput bola agar semakin banyak UMKM yang mengantongi SNI.

Direktur Standar Nasional Satuan Ukuran Badan Standardisasi Nasional (BSN), Wahyu Purbowasito, menyebutkan, dari jumlah UMKM di Indonesia yang mencapai lebih dari 60 juta UMKM, yang sudah mengantongi sertifikat SNI masih dibawah satu persen.

"Masih sedikit banget angkanya" ujar Wahyu, saat ditemui usai acara Sosialisasi Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, yang digelar BSN bersama anggota Komisi VI DPR RI, Herman Khaeron, di Kabupaten Indramayu, Selasa (2/8).

Wahyu menjelaskan, masih minimnya pelaku UMKM yang mengantongi sertifikat SNI salah satunya disebabkan masih sedikitnya kantor layanan teknis BSN. Dia menyebutkan, BSN baru mempunyai kantor layanan teknis di lima provinsi.

Yakni, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan dan Riau."Masih belum menjangkau semuanya. Ini jadi kendala kami," tukas Wahyu.

Selain itu, lanjut Wahyu, kesadaran UMKM mengenai pentingnya sertifikat SNI juga masih kurang. Padahal, dengan mengantongi sertifikat SNI, akan bisa meningkatkan daya saing, daya jual dan pemasaran produk mereka. Bahkan, produk mereka juga bisa ekspor jika sudah memiliki SNI.

Tak hanya itu, Wahyu mengakui, masih banyaknya UMKM yang belum memiliki sertifikat SNI juga karena mereka tidak paham cara mendaftar SNI. Ditambah lagi, mereka memiliki imej bahwa mendaftar SNI itu rumit.

Wahyu mengatakan, selama hampir tujuh tahun terakhir, pihaknya telah melakukan pembinaan terhadap 1.500 – 2.000 UMKM. Dari jumlah UMKM yang dibina itu, ada sekitar 10 – 20 persen yang kemudian memiliki sertifikat SNI.

Tak hanya melakukan pembinaan, lanjut Wahyu, pihaknya juga bekerja sama dengan sejumlah pihak untuk mendongkrak jumlah UMKM bersertifikat SNI. Di antaranya, dengan Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perindustrian, Kemendikbud, serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat.

"Kami juga mendorong mahasiswa bisa magang di UKM, kemudian sekaligus memperbaiki produk UKM-nya," kata Wahyu.

Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi VI DPR RI, Herman Khaeron (Hero), menyatakan, untuk mengatasi banyaknya UMKM yang belum mengantongi sertifikat SNI, maka negara harus melakukan jemput bola.

Hero menilai, dengan segala keterbatasan, UMKM tidak mungkin datang sendiri untuk mengurus sertifikat SNI. Karena itu, harus dilakukan jemput bola terhadap para UMKM.

"Negara harus agresif melakukan jemput bola. Karena bagi mereka (UMKM), untuk makan saja sudah baik, jadi untuk hal lain tidak terpikirkan," kata Hero.

Hero menjelaskan, langkah jemput bola bisa dimulai dengan sosialisasi. Dengan sosialisasi, pelaku UMKM memahami berbagai tahapan, terutama mengenai parameter yang ditetapkan oleh BSN.

"Jadi mereka pahami dulu parameternya, kepentingannya, setelah itu baru mereka bisa melaksanakan good processing practice," tukas Hero.

Selain itu, sambung Hero, harus ada anggaran khusus UMKM untuk mendapatkan sertifikat SNI. Karenanya, anggaran APBN-nya harus diperbesar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement