Clock Magic Wand Quran Compass Menu

Sutan Sjahrir Mengolok-olok Sukarno

Perdana Menteri pertama Indonesia Sutan Syahrir.
wikiwand Muhammad Hatta

Pada 15 Agustus 1945 pukul 20.00, di salah ruangan Lembaga Bakteriologi, di Pegangsaan Timur 17 (sekarang Fakultas Kesehatan Masyarakat UI), para pemuda dan mahasiswa mengadakan pertemuan di bawah pimpinan Chaerul Saleh. Hasilnya, pukul 23.00 mereka mengutus Wikana dan Darwis mendatangi Bung Karno dan mendesak agar esok hari (16/8) memproklamasikan kemerdekaan.

Sponsored
Sponsored Ads

Bung Karno menolak. Alasannya ia dan Bung Hatta tidak ingin meninggalkan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Apalagi PPKI esoknya akan rapat di Jakarta.

Mendengar penolakan itu, Wikana mengancam, ”Kalau Bung Karno tidak mau mengumumkan proklamasi, esok akan terjadi pertumpahan darah di Jakarta.” Bung Karno pun naik pitam, ”Ini batang leherku. Potonglah leherku malam ini juga.” Wikana terkejut melihat kemarahan Bung Karno itu.

Scroll untuk membaca

Ancaman para pemuda rupanya bukan omong kosong. Pada 16 Agustus 1945 pukul 04.00, setelah sahur, mereka menculik Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok. Di sini sekali lagi para pemuda di bawah pimpinan Sukarni gagal memaksa keduanya untuk memproklamasikan kemerdekaan.

‘Perdebatan’ kelompok muda dan tua terjadi kembali pada menit-menit menjelang proklamasi. Meski proklamasi diputuskan akan dibacakan pukul 10.00 di kediaman Bung Karno, para pemuda tetap gelisah. Mereka khawatir tentara Jepang akan menggagalkannya. Mereka mendesak Bung Karno segera membacakannya tanpa menunggu Bung Hatta.

”Saya tidak akan membacakan teks proklamasi kalau Bung Hatta tidak ada. Jika Mas Muwardi tidak mau menunggu, silakan baca sendiri,” kata Bung Karno dengan lantang. Tak lama kemudian terdengar teriakan, ”Bung Hatta datang… Bung Hatta datang….” Tepat pukul 10.00 tanggal 17 Agustus 1945, kemerdekaan RI pun diproklamasikan.

Berita Terkait

Berita Terkait

Rekomendasi

Republika TV

>

Terpopuler

>