Kredo 'Tak Ada Kejahatan yang Sempurna' Seperti tak Berlaku di Kasus Pembunuhan Akseyna

Pihak keluarga masih berharap kepolisian bisa menemukan tersangka pembunuh Akseyna.

Ist
Akseyna Ahad Dori.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika

Baca Juga

"Tak ada kejahatan yang sempurna."

Kalimat itu dikenal sebagai kredo bagi penegak hukum dalam pengusutan kasus pidana. Namun, di kasus kematian mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Akseyna Ahad Dori yang sudah tujuh tahun berlalu, kredo itu seperti tak berlaku.

Akseyna ditemukan mengambang di Danau Kenanga, UI dengan kondisi tak bernyawa pada 26 Maret 2015. Akseyna ditemukan mengambang 1 meter dari tepi danau dengan kedalaman 1,5 meter. 

Dalam tas yang digendong oleh Akseyna ditemukan sejumlah batu yang diduga digunakan pelaku untuk mencegah tubuh Akseyna mengambang. Tubuh Akseyna turut menderita luka lebam saat ditemukan. Akseyna tercatat sebagai mahasiswa jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UI. 

Seruan agar kasus Akseyna diungkap terus digalang di dunia maya. Hingga Jumat (8/4/2022), sudah ada 109.400 orang yang menandatangani petisi dukungan pengusutan kasus Akseyna di Change.org. Petisi ini ditujukan agar pihak Kepolisian dan UI sigap menyelidiki kasus tersebut. 

Masih di laman petisi itu, Ayah Akseyna, Marsekal Pertama TNI Mardoto, tak bisa melupakan anaknya yang menjadi korban pembunuhan dan ditemukan meninggal di danau UI. Ia menyinggung kepolisian dan UI yang dianggap melupakan kasus ini. 

"Dari awal, saya dan keluarga merasa berjuang sendiri agar kasus anak saya segera diungkap dan selesai," kata Mardoto di laman petisi change.org dikutip Republika pada Jumat (8/4/2022). 

Mardoto menyayangkan pihak kampus dan kepolisian yang tak langsung mengontaknya ketika jenazah Akseyna ditemukan. Ia merasa menyesal karena pernah mengantar anaknya kuliah di UI hanya untuk kehilangan nyawa. 

"Dari penyelidikan, kasus Akseyna kini sudah ditegaskan sebagai kasus pembunuhan. Tapi, tujuh tahun berlalu, kasusnya masih tetap tak jelas," ujar Mardoto. 

Mardoto mengaku pernah berkomunikasi dengan UI dalam bentuk permintaan bantuan hukum, bentuk tim investigasi, dan beri sanksi dosen penggiring opini negatif tentang Akseyna. Tetapi UI menolak. 

Penolakan bantuan dari UI terus terjadi walau kepengurusan rektor berganti. Mardoto mengingatkan UI sebagai lembaga pendidikan mestinya menjadi tempat yang aman untuk menuntut ilmu. 

"Katanya, mereka (UI) mau menyerahkan ini seluruhnya kepada kepolisian," ucap Mardoto. 

Walau demikian, pihak keluarga tak kunjung mendapat kepastian dari kepolisian soal penuntasan kasus Akseyna. Lantas, ia hanya bisa pasrah menanti perkembangan kasus ini. Ia pun berpesan agar kepolisian bisa memberi informasi yang memadai secara berkala kepada pihak keluarga.

"Kepolisian sudah bilang ini utang yang harus mereka bayarkan. Ya… tapi kami harus menunggu berapa lama lagi?" ungkap Mardoto. 

 

Sementara itu, kakak Akseyna, Arfilla Ahad Dori berharap besar bahwa kasus ini dapat menjadi terang benderang. Sebab masih banyak pertanyaaan terbesit di pikirannya mengenai kematian Akseyna.

"Harapan saya dan keluarga cuma satu. Kami ingin kasus ini terungkap. Kami ingin tahu siapa yang melakukan, bagaimana melakukannya dan kenapa melakukannya?" kata Arfilla dalam keterangan yang sudah dikonfirmasi Republika di akun peduliakseynaui pada Jumat (8/4/2022).

Arfilla masih mempertanyakan alasan pelaku membunuh adiknya. 

"Kenapa Ace (sapaan Akseyna) dibunuh? Itu kami ingin tahu," lanjut Arfilla.

Arfilla menuntut pihak UI lebih serius menunjukkan perannya dalam kasus ini. Ia mendesak UI tak mengabaikan kematian salah satu mahasiswanya sendiri. Apalagi jenazah Akseyna ditemukan di dalam area kampus.

"UI sebagai tempat Ace menuntut ilmu sekaligus tempat Ace kehilangan nyawa disitu, kami ingin UI lebih transparan, lebih proaktif membantu polisi dan mendukung terungkapnya kasus ini," ujar Arfilla.

Arfilla menekankan UI wajib membantu pengusutan kasus ini. Pasalnya, hal ini menurutnya menyangkut keselamatan mahasiswa UI.

"Karena bagaimana pun kasus ini implikasinya besar buat UI karena terjadinya di pusat kampus, yang jadi korban adalah mahasiswa UI sendiri. Dan kalau sampai berlarut-larut tidak terungkap jelas dampaknya ke keselamatan dan keamanan mahasiswa UI yang lainnya sampai saat ini," ucap Arfilla.

Sementara itu, Kepala Biro Humas dan KIP UI, Amelita Lusia, mengatakan secara normatif dan legal, kasus tersebut telah diserahkan kepada kepolisian. Pihak UI mempercayakan kepolisian sebagai pihak yang memiliki kewenangan dalam menangani kasus seperti itu. 

"UI tidak lagi memiliki kewenangan untuk menanganinya, tapi tentu UI akan mendukung upaya yang dilakukan oleh kepolisian. Sekiranya ada hal yang harus dilakukan oleh UI, akan UI penuhi. Semua tentu atas arahan pihak kepolisian yang memiliki kewenangan atas penyelesaian kasus ini," jelas Amelita. 

 

Republika telah coba menghubungi Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E Zulpan guna dimintai tanggapan atas nasib kasus Akseyna sejak Senin (4/4/2022). Namun hingga Jumat (8/4/2022) sore belum ada respons. 

 
Berita Terpopuler